Senin, 29 Desember 2014

AUDIENS DAN PENGARUHNYA TERHADAP KOMUNIKASI MASSA



Disusun Oleh : Nurul Hasikin, Rapita, Robet, Siti Putri Patymoa,Venita Utari


Menurut Rakhmat (2011), definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980:10) yaitu, “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada “pesan”, namun menurut Wiryanto (2000) “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan. Seiring perkembangan zaman, komunikasi menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap individu, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, dan lain-lain. Tidak mengherankan, setelah kita melewati zaman industrialisasi, kini kita menghadapi zaman informasi (information age). Kebutuhan akan informasi terus meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan inovasi dan teknologi, demi mencapai kesejahteraan hidup manusia. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya berbagai media yang mampu menyebarkan informasi kepada khalayak luas, dimulai dari media cetak


(surat kabar, brosur, leaflet, dll), media elektronik (telepon, radio, televisi), hingga media hybrid (internet).
Sebelum media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu tertentu,dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarelasesuai dengan harapan tertentu bagi maslahat menikmati, mengakui, mempelajari, merasa gembira, tegang, kasihan, atau lega. Audiens juga dapat atau memang dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya merupakan bentuk perilaku kolektif yang dilembagakan.
Pada hakikatnya audiens bersifat dualitas, dalam arti ia merupakan kolektivitas yang terbentuk baik sebagai tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan berdasarkan perhatian pada isi media itu, sekaligus ia merupakan sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan sosial yang kemudian berhubungan dengan media tersebut. Dengan demikian konsep audiens harus bisa menggambarkan proses hubungan social antara media massa  dengan lingkungan yang menjadi berdirinya lembaga media. Oleh karena itu konsep media uses and gratification dan kehidupan sehari-hari merupakan konsep-konsep yang akan merajut agar konsep audiens lebih manusiawi, tidak membatasi individu dengan lingkungan sosialnya maupun dengan media massanya. Sehingga bisa mempertemukan konsep-konsep yang berbeda terutama tentang apakah audience itu terbentuk karena respon masyarakat terhadap isi media atau desain awal media untuk melayani keinginan masyarakat.
Uses and Gratification atau penggunaan dan Pemenuhan (kepuasan) merupakan pengembangan dari teori atau  model jarum  hipordemik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan oleh media pada diri seseorang, tetapi ia tertarik dengan apa yang dilakukan orang terhadap media. Khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Uses and Gtaifications menunjukan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku  khalayak, tetapi bagaiman media memenuhi kebutuhan pribadi  dan sosial khalayak.  khalayak  dianggap secara aktif dengan sengaja menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan mempuyai tujuan. Studi dalam bidang memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapat kepuasan (Gratications) atas pemenuhan kebutuhan seseorang dan dari situlah timbul istilah Uses Gtarifications. Sebagian besar prilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan dan kepetingan individu. Dengan demikian, kebutuhan individu merupakan titik awal kemunculan teori ini.
Uses and Gtaification pada awalnya muncul ditahun 1940  samapai 1950 para pakar melakukan penelitian  mengapa khalayak terlibat berbagai jenis perilaku komunikasi. Lalu  mengalami kemunculan kembali dan penguatan di tahun 1970an dan 1980an. Para teoritis pendukung Teori Uses and Gtaification berargumentasi bahwa kebutuhan manusialah yang mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan dan merespon saluran media. Dengan demikian kebutuhan individu merupakan titik awal kemunculan teori ini. Teori use and gratificaion ini adalah kebalikan dari teori peluru atau jarum hipodemik. dalam teori peluru media itu sangant aktif dalam all powerfull berada  audience. sementara berada dipihak pasif. Sementara dalam teori aktif  use and gartification ditekanka bahwa audience itu aktif untuk memillih mana media yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Menurut Katz, dan Blumer, Uses and Gratification. Pada tahun 1974 teori ini dikemukakan lagi oleh Herbert Blumer dan elihu Katz, yang dikenalkan dalam bukunya yang berjudul The Use of Mass Comunication:Current Prespectives on gratificaton.Teori use and gratification milk blumer dan Katz ini mengatakan bahwa penggunaan media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain penggunaan media tersebut adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Artinya teori use and gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan untuk memuaskan kebutuhannya.
Sementara itu, Katz, Gurevitch dan haan mengatakan yang dikutip oleh Onong Uchjana menjelaskan bahwa kebutuhan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial, afiliasi kelompok, dan ciri-ciri kepribadian sehingga terciptalah kebutuhan manusia yang berkaitan dengan media meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kepribadian secara integratif, kebutuhan sosial secara integratif dan kebutuhan pelepasan ketegangan. Kebutuhan Khalayak adalah sebagai berikut:
a.       Kebutuhan kognitif yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi mengenai pemahaman dan lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan dengan hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan dan memuaskan rasa keingintahuan kita.
b.      Kebutuhan afektif yaitu berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estis menyenangkan emosidional. Kebutuhan ini mengacu pada kegiatan atau segala sesuatu yang berkaitan dari segi prilaku yang menyenangkan.
c.       Kebutuhan pribadi secara integratif yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual yang diperoleh dari hasrat dan harga diri.
d.      Kebutuhan sosial secara integratif yaitu berkaitan dengan peneguhan kontak bersama keluarga, teman dan dunia. Hal tersebut didasarkan pada hasrat berealisasi berkaitan.
e.       Kebutuhan pelepasan ketegangan yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, tegangan dan hasrat akan keanekaragaman. 
Dalam keaktifan khalayak dalam kehidupannya sehari-hari, terlihat mereka membutuhkan sesuatu yang dapat memenuhi  kebutuhan mereka yakni melalui penggunaan media seperti membaca surat kabar yang mereka sukai, menonton acara televis, atau mendengarkan musik favoritnya, dll.
Sebagaimana dikutip Mc Quail telah menunjukkan pengaruh mood seseorang saat memilih media yang akan ia gunakan, pada saat seseorang merasa bosan maka ia akan memilih isi yang lebih menarik dan menegangkan dan pada saat seseorang merasa tertekan ia akan memilih isi yang lebih menenangkan dan ringan. Program TV yang sama bisa jadi berbeda saat harus kepuasan pada kebutuhan yang berbeda untuk individu yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda diasosiasikan dengan kepribadian seseorang, tahap-tahap kedewasaannya, latar belakang, dan peranan sosialnya. Sebagai contoh anak-anak secara khusus lebih menyukai untuk menonton TV untuk mencari informasi dan disaat yang sama lebih mudah dipengaruhi.
Contoh Studi Kasus : Teori uses and gratification mengatakan bahwa individu lebih aktif dalam mencari apa yang diinginkan  dalam media sehingga tercapai kepuasaan yang diinginkan tersebut contoh kasus yang pernah gencar diperbincangkan di media, seperti grasi yang diberikan presiden terhadap terpidana kasus narkotika warga negara asing yang bernama Schapelle Corby. Media massa di negeri ini tengah gencar-gencarnya memperbincangkannya, dan bahkan di salah satu stasiun televisi di negeri ini mengundang berbagai tokoh dan pakar hukum untuk membahasnya. Dalam kasus ini, presiden seakan tersudutkan dengan keputusannya memberikan grasi tersebut. Terpaan media yang dipertontonkan ke publik baru-baru ini mengenai keputusan grasi tersebut. Terlepas dari kasus tersebut, tentunya individu sebagai penerima pesan dari media massa akan mencari informasi tentang kasus tersebut. Sehingga individu tersebut bisa memutuskan sendiri mana yang benar dan mana yang salah.
Selain itu contoh yang lain yaitu acara musik, kita ambil kebutuhan dan kepuasan penonton salah satunya dengan menonton acara musik Dahsyat yang sebagian besar disukai oleh kaum wanita khususnya ibu-ibu rumah tangga. Para kaum wanita khususnya remaja  lebih ingin menonton atau mencari kepuasan dengan musik terupdate melewati tayangan acara musik DAHSYAT di RCTI ketimbang melalui acara lain yang lebih dominan mengikuti acara DAHSYAT tersebut, selain itu para pembawa acara DAHSYAT humoris yang membuat pikiran kembali segar setelah melihat acara tesebut. Dari contoh tersebut bisa kita lihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi media menurut teori usus and gratification.
Dalam masyarakat kita, informasi dalam berbagai bentuknya dan dalam  jumlah yang sangat besar diproduksi, didistribusikan, disimpan, dan diterima. Pada saat yang bersamaan, akan menjadi semakin sulit bagi individu untuk  menemukan informasi yang relevan. Kondisi ini telah mengarahkan perhatian para ahli untuk memahami bagaimana orang mencari informasi. Information seeking inemiliki beberapa keterkaitan dengan teori sebelumnya, Teori difusi Bering kali menyentuh proses pencarian informasi. Uses and Gratifications dianggap memberikan kerangka bagi studi mengenai  proses pencarian informasi. Demikian pula dengan teori-teori `congruence' yang menjelaskan pengorganisasian sikap, seperti misalnya teori disonansi  kognitif yang dikemukakan oleh Festinger.
Teori information seeking yang dikemukakan di sini, yaitu dari Donohew dan Tipton (1973), yang menjelaskan tentang pencarian, penghindaran, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang kesesuaian sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena terasa membahayakan. Beberapa konsep utama dari teori ini antara lain adalah image atau image of reality. Pertama-tama, konsep image ini mengacu pada pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Bagian kedua dari image terdiri dari konsep diri seseorang, termasuk evaluasinya terhadap  kemampuan dirinya dalam mengatasi berbagai situasi. Ketiga, image of reality terdiri dari suatu perangkat penggunaan informasi yang mengatur perilaku seseorang dalam mencari dan memproses informasi. Ketika mencari  informasi, individu dapat memilih di antara berbagai strategi yang dalam  teori ini dibedakan antara strategi luas dan sempit. Pada strategi yang luas, individu pertama-tama akan membuat suatu daftar mengenai sumber-sumber informasi yang memungkinkan, mengevaluasinya, dan memilih sumber mana yang akan digunakannya. Dalam strategi yang sempit, satu sumber digunakan sebagai titik awal, dan pencarian lebih lanjut dilakukan dengan menempatkan sumber tersebut sebagai basisnya. Pencarian informasi akan dilakukan sampai pada tahap yang disebut `closure' di mana seseorang akan berhenti mencari lebih banyak informasi. Proses pencarian informasi oleh Donohew dan Tipton dijelaskan dalam beberapa tahapan. Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah  stimuli.
Kepada stimuli tersebut, individu dapat memperhatikan atau tidak  memperhatikan, dan pilihan pada salah satunya sebagian ditentukan oleh karakteristik dari stimuli tersebut. Pada tahap berikutnya, terjadi suatu perbandingan antara stimuli (informasi) dan `image of reality' yang dimiliki  individu tersebut. Di sini diuji tingkat relevansi dan konsistensi antara image  dan stimuli. Materi/informasi yang terlalu berbahaya atau tidak penting akan  tersaring keluar, demikian pula dengan stimuli yang dianggap monoton  karena tingkat konsistensinya yang tinggi. Jika stimuli diabaikan maka proses ini otomatis berhenti. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimuli tersebut menuntut suatu tindakan. Jika jawabnya adalah tidak, maka efek dari stimuli mungkin  adalah membentuk suatu bagian tambahan dari image. Sedangkan jika jawabnya adalah `ya', maka perangkat dari image of reality, seperti pengalaman, konsep diri, dan gagal pemprosesan informasi akan mempengaruhi tindakan apa yang harus dilakukan. Seandainya dalam menilai suatu situasi, seseorang memberikan prioritas lebih pada suatu stimuli dibandingkan stimuli lainnya, maka dia dapat  memilih untuk mencukupkan pencarian informasinya atau mencari informasi  lebih jauh. Dalam hal yang kedua, orang tersebut harus menentukan kebutuhan-kebutuhan informasinya dan menilai sumber-sumber yang potensial untuk menjawab kebutuhannya. Seandainya terdapat lebih dari satu sumber informasi yang potensial, orang tersebut harus memikirkan strategi informasi apa yang dipilih (luas atau sempit). Apa pun pilihan strateginya, seseorang akan mencapai titik di mana dia sudah merasa cukup mendapatkan informasi, yang biasanya akan dilanjutkan dengan dilakukannya suatu  tindakan. Dalam kedua strategi tersebut, seseorang mungkin akan melalui sejumlah `information-seeking loops' sebelum dia merasa cukup (closure). Setelah melakukan tindakan, seseorang mungkin akan memerlukan umpan balik (feedback) dari tindakannya, yang memungkinkan untuk mengevaluasi efektivitas tindakannya. Di sini dia juga dapat menilai apakah informasi yang diperolehnya berguna dan relevan bagi tindakan yang dia lakukan.
Pada bagian terakhir, proses ini dapat menghasilkan revisi pada image of reality seseorang. Pengalaman barunya dapat mengubah persepsinya terhadap lingkungan dan konsep diri yang telah dimiliki. Sebagai hasil dari suatu proses yang bekerja secara utuh, gaya/cara pencarian informasinya dapat juga dimodifikasi atau diperkuat.  Untuk memudahkan pemahaman, kita akan mencoba menerapkan teori ini dalam contoh berikut: Seorang petani menemukan adanya gejala hama yang menyerang padi di sawahnya (stimuli). Dia akan menganggap hal ini relevan dan memberikan prioritas tinggi pada informasi mengenai hama tersebut. Melihat situasi seperti itu, dia merasa bahwa informasi yang dimilikinya belum cukup dan mempertimbangkan sumber-sumber informasi apa yang dapat dipergunakannya. Dia memutuskan untuk menggunakan strategi sempit, di mana dia lalu menghubungi Dinas Pertanian setempat. Selanjutnya oleh Dinas tersebut dia disarankan untuk menghubungi seorang ahli hama pertanian yang kemudian memberikan informasi yang dia butuhkan. Ketika sekali lagi dia mengevaluasi situasi yang dihadapinya, dia merasa telah mendapatkan cukup informasi (closure), dan dia lalu bertindak sesuai dengan informasi yang telah diperolehnya. Persoalan hama teratasi dan petani tersebut menganggap tindakan yang dia lakukan adalah tepat, demikian pula dengan informasi yang diperolehnya. Akhirnya, image of reality-nya telah sedikit berubah, sesuai dengan pengalaman barunya.

Konsep Teori Information Seeking
Konsep image mengacu pada pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Image terdiri dari konsep diri sesorang temasuk evaluasinya terhadap kemampuan dirinya dalam mengatasi berbagai situasi. “image of reality” terdiri dari suatu perangkat penggunaan informasi yang mengatur perilaku seseorang dalam mencari dan memproses informasi. Konsep utama teori ini adalah image atau image of reality. .
Proses Pencarian Informasi Oleh Donohew Dan Tiplon
Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli. Tahap berikutnya terjadi perbandingan antara stimuli(informasi) dan image of reality yang dimiliki individu tersebut. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimili tersebut menuntut suatu tindakan. Selanjutnya, individu memerlukan feedback dari tindakannya untuk mengevaluasi efektifitas tindakannya. Proses ini dapat menghasilkan revisi pada images of reality seseorang.
Contoh kasus pendekatan ini adalah ketidakberanian TV One dalam mengekspos korban lumpur lapindo di Porong, Sidoardjo. PT Lapindo yang dimiliki oleh keluarga Bakrie, tidak bisa di usut beritanya oleh redaksi TV One sebab sama-sama berada di bawah perusahaan Bakrie. Karenanya, di setiap pemberitaan masalah lapindo TV One sangat hati-hati supaya tidak menurunkan image Abdul Rizal Bakrie.



1 komentar:

  1. boleh tau retrensi buku mana tentanh teori informasi seeking ?

    BalasHapus