Menurut Rakhmat
(2011), definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan
Bittner (1980:10) yaitu, “Mass communication is messages communicated
through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah
pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada “pesan”, namun menurut Wiryanto (2000) “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan. Seiring perkembangan zaman, komunikasi menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap individu, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, dan lain-lain. Tidak mengherankan, setelah kita melewati zaman industrialisasi, kini kita menghadapi zaman informasi (information age). Kebutuhan akan informasi terus meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan inovasi dan teknologi, demi mencapai kesejahteraan hidup manusia. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya berbagai media yang mampu menyebarkan informasi kepada khalayak luas, dimulai dari media cetak
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada “pesan”, namun menurut Wiryanto (2000) “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan. Seiring perkembangan zaman, komunikasi menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap individu, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, dan lain-lain. Tidak mengherankan, setelah kita melewati zaman industrialisasi, kini kita menghadapi zaman informasi (information age). Kebutuhan akan informasi terus meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan inovasi dan teknologi, demi mencapai kesejahteraan hidup manusia. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya berbagai media yang mampu menyebarkan informasi kepada khalayak luas, dimulai dari media cetak
(surat kabar, brosur, leaflet,
dll), media elektronik (telepon, radio, televisi), hingga media hybrid
(internet).
Sebelum media massa ada, audiens
adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan
komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media
massa. Audiens adalah pertemuan publik, berlangsung dalam rentang waktu
tertentu,dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara
sukarelasesuai dengan harapan tertentu bagi maslahat menikmati, mengakui,
mempelajari, merasa gembira, tegang, kasihan, atau lega. Audiens juga dapat atau
memang dikendalikan oleh pihak yang berwenang dan karenanya merupakan bentuk
perilaku kolektif yang dilembagakan.
Pada hakikatnya audiens bersifat
dualitas, dalam arti ia merupakan kolektivitas yang terbentuk baik sebagai
tanggapan terhadap isi media dan didefinisikan berdasarkan perhatian pada isi
media itu, sekaligus ia merupakan sesuatu yang sudah ada dalam kehidupan sosial
yang kemudian berhubungan dengan media tersebut. Dengan demikian
konsep audiens harus bisa menggambarkan proses hubungan social antara media
massa dengan lingkungan yang menjadi
berdirinya lembaga media. Oleh karena itu konsep media uses and gratification
dan kehidupan sehari-hari merupakan konsep-konsep yang akan merajut agar konsep
audiens lebih manusiawi, tidak membatasi individu dengan lingkungan sosialnya
maupun dengan media massanya. Sehingga bisa mempertemukan konsep-konsep yang
berbeda terutama tentang apakah audience itu terbentuk karena respon masyarakat
terhadap isi media atau desain awal media untuk melayani keinginan masyarakat.
Uses and Gratification atau penggunaan dan Pemenuhan (kepuasan) merupakan
pengembangan dari teori atau model
jarum hipordemik. Model ini tidak
tertarik pada apa yang dilakukan oleh media pada diri seseorang, tetapi ia
tertarik dengan apa yang dilakukan orang terhadap media. Khalayak dianggap
secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Uses and
Gtaifications menunjukan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah
bagaimana media mengubah sikap dan perilaku
khalayak, tetapi bagaiman media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. khalayak
dianggap secara aktif dengan sengaja menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhan dan mempuyai tujuan. Studi dalam bidang memusatkan perhatian pada penggunaan
(uses) isi media untuk mendapat kepuasan (Gratications) atas pemenuhan
kebutuhan seseorang dan dari situlah timbul istilah Uses Gtarifications. Sebagian
besar prilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan dan
kepetingan individu. Dengan demikian, kebutuhan individu merupakan titik awal
kemunculan teori ini.
Uses and Gtaification pada awalnya muncul ditahun 1940 samapai 1950 para pakar melakukan
penelitian mengapa khalayak terlibat
berbagai jenis perilaku komunikasi. Lalu
mengalami kemunculan kembali
dan penguatan di tahun 1970an dan 1980an. Para teoritis pendukung Teori Uses and
Gtaification berargumentasi bahwa
kebutuhan manusialah yang mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan dan
merespon saluran media. Dengan demikian kebutuhan individu merupakan titik
awal kemunculan teori ini. Teori use and
gratificaion ini adalah kebalikan dari teori peluru atau jarum hipodemik.
dalam teori peluru media itu sangant aktif dalam all powerfull berada
audience. sementara berada dipihak pasif. Sementara dalam teori
aktif use and gartification ditekanka
bahwa audience itu aktif untuk memillih mana media yang harus dipilih untuk
memuaskan kebutuhannya. Menurut Katz, dan Blumer, Uses
and Gratification. Pada tahun 1974 teori ini dikemukakan lagi oleh
Herbert Blumer dan elihu Katz, yang dikenalkan dalam bukunya yang berjudul The Use of Mass Comunication:Current
Prespectives on gratificaton.Teori use and gratification milk blumer dan
Katz ini mengatakan bahwa penggunaan media memainkan peran aktif untuk memilih
dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain penggunaan media tersebut
adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Artinya teori use and
gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan untuk memuaskan
kebutuhannya.
Sementara itu, Katz, Gurevitch dan
haan mengatakan yang dikutip oleh Onong Uchjana menjelaskan bahwa kebutuhan
manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial, afiliasi kelompok, dan ciri-ciri
kepribadian sehingga terciptalah kebutuhan manusia yang berkaitan dengan media
meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kepribadian secara integratif,
kebutuhan sosial secara integratif dan kebutuhan pelepasan ketegangan.
Kebutuhan Khalayak adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan
kognitif yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi mengenai
pemahaman dan lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan dengan hasrat untuk memahami
dan menguasai lingkungan dan memuaskan rasa keingintahuan kita.
b. Kebutuhan
afektif yaitu berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estis
menyenangkan emosidional. Kebutuhan ini mengacu pada kegiatan atau segala
sesuatu yang berkaitan dari segi prilaku yang menyenangkan.
c. Kebutuhan
pribadi secara integratif yaitu kebutuhan ini berkaitan dengan kredibilitas,
kepercayaan, stabilitas, dan status individual yang diperoleh dari hasrat dan
harga diri.
d. Kebutuhan
sosial secara integratif yaitu berkaitan dengan peneguhan kontak bersama
keluarga, teman dan dunia. Hal tersebut didasarkan pada hasrat berealisasi berkaitan.
e. Kebutuhan
pelepasan ketegangan yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan
tekanan, tegangan dan hasrat akan keanekaragaman.
Dalam keaktifan khalayak dalam
kehidupannya sehari-hari, terlihat mereka membutuhkan sesuatu yang dapat
memenuhi kebutuhan mereka yakni melalui
penggunaan media seperti membaca surat kabar yang mereka sukai, menonton acara
televis, atau mendengarkan musik favoritnya, dll.
Sebagaimana dikutip Mc Quail telah
menunjukkan pengaruh mood seseorang saat memilih media yang akan ia gunakan,
pada saat seseorang merasa bosan maka ia akan memilih isi yang lebih menarik
dan menegangkan dan pada saat seseorang merasa tertekan ia akan memilih isi
yang lebih menenangkan dan ringan. Program TV
yang sama bisa jadi berbeda saat harus kepuasan pada kebutuhan yang berbeda
untuk individu yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda diasosiasikan dengan
kepribadian seseorang, tahap-tahap kedewasaannya, latar belakang, dan peranan
sosialnya. Sebagai contoh anak-anak secara khusus lebih menyukai untuk menonton
TV untuk mencari informasi dan disaat yang sama lebih mudah dipengaruhi.
Contoh Studi Kasus : Teori uses and gratification mengatakan bahwa individu lebih aktif dalam
mencari apa yang diinginkan dalam media
sehingga tercapai kepuasaan yang
diinginkan tersebut contoh kasus
yang pernah gencar diperbincangkan di media, seperti grasi yang diberikan presiden
terhadap terpidana kasus narkotika warga negara asing yang bernama Schapelle Corby. Media massa di negeri ini tengah gencar-gencarnya memperbincangkannya, dan
bahkan di salah satu stasiun televisi di negeri ini mengundang berbagai tokoh
dan pakar hukum untuk membahasnya. Dalam kasus ini, presiden seakan tersudutkan
dengan keputusannya memberikan grasi tersebut. Terpaan media yang dipertontonkan
ke publik baru-baru ini mengenai keputusan grasi tersebut. Terlepas dari kasus
tersebut, tentunya individu sebagai penerima pesan dari media massa akan
mencari informasi tentang kasus tersebut. Sehingga individu tersebut bisa
memutuskan sendiri mana yang benar dan mana yang salah.
Selain itu contoh yang lain yaitu
acara musik, kita ambil kebutuhan dan kepuasan penonton salah satunya dengan
menonton acara musik Dahsyat yang
sebagian besar disukai oleh kaum wanita khususnya ibu-ibu rumah tangga. Para kaum
wanita khususnya remaja lebih ingin menonton atau mencari kepuasan dengan musik terupdate melewati
tayangan acara musik DAHSYAT di RCTI ketimbang melalui acara lain yang lebih
dominan mengikuti acara DAHSYAT tersebut, selain itu para pembawa acara DAHSYAT humoris yang membuat pikiran kembali segar setelah melihat acara tesebut. Dari
contoh tersebut bisa kita lihat kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi media menurut teori usus and gratification.
Dalam
masyarakat kita, informasi dalam berbagai bentuknya dan dalam jumlah yang sangat besar diproduksi,
didistribusikan, disimpan, dan diterima. Pada saat yang bersamaan, akan menjadi
semakin sulit bagi individu untuk
menemukan informasi yang relevan. Kondisi ini telah mengarahkan
perhatian para ahli untuk memahami bagaimana orang mencari informasi.
Information seeking inemiliki beberapa keterkaitan dengan teori sebelumnya,
Teori difusi Bering kali menyentuh proses pencarian informasi. Uses and
Gratifications dianggap memberikan kerangka bagi studi mengenai proses pencarian informasi. Demikian pula
dengan teori-teori `congruence' yang menjelaskan pengorganisasian sikap,
seperti misalnya teori disonansi
kognitif yang dikemukakan oleh Festinger.
Teori
information seeking yang dikemukakan
di sini, yaitu dari Donohew dan Tipton (1973), yang menjelaskan tentang
pencarian, penghindaran, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari
pemikiran psikologi sosial tentang kesesuaian sikap. Salah satu asumsi utamanya
adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai
dengan image of reality-nya karena
terasa membahayakan. Beberapa konsep utama dari teori ini antara lain adalah image atau image of reality. Pertama-tama, konsep image ini mengacu pada
pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai
tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Bagian kedua dari image terdiri dari konsep diri
seseorang, termasuk evaluasinya terhadap
kemampuan dirinya dalam mengatasi berbagai situasi. Ketiga, image of reality terdiri dari suatu
perangkat penggunaan informasi yang mengatur perilaku seseorang dalam mencari
dan memproses informasi. Ketika mencari
informasi, individu dapat memilih di antara berbagai strategi yang dalam teori ini dibedakan antara strategi luas dan
sempit. Pada strategi yang luas, individu pertama-tama akan membuat suatu
daftar mengenai sumber-sumber informasi yang memungkinkan, mengevaluasinya, dan
memilih sumber mana yang akan digunakannya. Dalam strategi yang sempit, satu
sumber digunakan sebagai titik awal, dan pencarian lebih lanjut dilakukan
dengan menempatkan sumber tersebut sebagai basisnya. Pencarian informasi akan
dilakukan sampai pada tahap yang disebut `closure'
di mana seseorang akan berhenti mencari lebih banyak informasi. Proses
pencarian informasi oleh Donohew dan Tipton dijelaskan dalam beberapa tahapan.
Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli.
Kepada
stimuli tersebut, individu dapat memperhatikan atau tidak memperhatikan, dan pilihan pada salah satunya
sebagian ditentukan oleh karakteristik dari stimuli tersebut. Pada tahap
berikutnya, terjadi suatu perbandingan antara stimuli (informasi) dan `image of reality' yang dimiliki individu tersebut. Di sini diuji tingkat
relevansi dan konsistensi antara image
dan stimuli. Materi/informasi yang terlalu berbahaya atau tidak penting
akan tersaring keluar, demikian pula
dengan stimuli yang dianggap monoton
karena tingkat konsistensinya yang tinggi. Jika stimuli diabaikan maka
proses ini otomatis berhenti. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah
stimuli tersebut menuntut suatu tindakan. Jika jawabnya adalah tidak, maka efek
dari stimuli mungkin adalah membentuk
suatu bagian tambahan dari image. Sedangkan jika jawabnya adalah `ya', maka
perangkat dari image of reality,
seperti pengalaman, konsep diri, dan gagal pemprosesan informasi akan
mempengaruhi tindakan apa yang harus dilakukan. Seandainya dalam menilai suatu
situasi, seseorang memberikan prioritas lebih pada suatu stimuli dibandingkan
stimuli lainnya, maka dia dapat memilih
untuk mencukupkan pencarian informasinya atau mencari informasi lebih jauh. Dalam hal yang kedua, orang
tersebut harus menentukan kebutuhan-kebutuhan informasinya dan menilai
sumber-sumber yang potensial untuk menjawab kebutuhannya. Seandainya terdapat
lebih dari satu sumber informasi yang potensial, orang tersebut harus
memikirkan strategi informasi apa yang dipilih (luas atau sempit). Apa pun
pilihan strateginya, seseorang akan mencapai titik di mana dia sudah merasa
cukup mendapatkan informasi, yang biasanya akan dilanjutkan dengan dilakukannya
suatu tindakan. Dalam kedua strategi
tersebut, seseorang mungkin akan melalui sejumlah `information-seeking loops' sebelum dia merasa cukup (closure). Setelah melakukan tindakan,
seseorang mungkin akan memerlukan umpan balik (feedback) dari tindakannya, yang memungkinkan untuk mengevaluasi
efektivitas tindakannya. Di sini dia juga dapat menilai apakah informasi yang
diperolehnya berguna dan relevan bagi tindakan yang dia lakukan.
Pada
bagian terakhir, proses ini dapat menghasilkan revisi pada image of reality seseorang. Pengalaman barunya dapat mengubah
persepsinya terhadap lingkungan dan konsep diri yang telah dimiliki. Sebagai
hasil dari suatu proses yang bekerja secara utuh, gaya/cara pencarian
informasinya dapat juga dimodifikasi atau diperkuat. Untuk memudahkan pemahaman, kita akan mencoba
menerapkan teori ini dalam contoh berikut: Seorang petani menemukan adanya
gejala hama yang menyerang padi di sawahnya (stimuli). Dia akan menganggap hal
ini relevan dan memberikan prioritas tinggi pada informasi mengenai hama
tersebut. Melihat situasi seperti itu, dia merasa bahwa informasi yang
dimilikinya belum cukup dan mempertimbangkan sumber-sumber informasi apa yang
dapat dipergunakannya. Dia memutuskan untuk menggunakan strategi sempit, di
mana dia lalu menghubungi Dinas Pertanian setempat. Selanjutnya oleh Dinas
tersebut dia disarankan untuk menghubungi seorang ahli hama pertanian yang
kemudian memberikan informasi yang dia butuhkan. Ketika sekali lagi dia
mengevaluasi situasi yang dihadapinya, dia merasa telah mendapatkan cukup
informasi (closure), dan dia lalu bertindak sesuai dengan informasi yang telah
diperolehnya. Persoalan hama teratasi dan petani tersebut menganggap tindakan
yang dia lakukan adalah tepat, demikian pula dengan informasi yang
diperolehnya. Akhirnya, image of reality-nya telah sedikit berubah, sesuai
dengan pengalaman barunya.
Konsep Teori Information Seeking
Konsep image
mengacu pada pengalaman yang diperoleh sepanjang hidup seseorang dan terdiri
dari berbagai tujuan, keyakinan, dan pengetahuan yang telah diperolehnya. Image
terdiri dari konsep diri sesorang temasuk evaluasinya terhadap kemampuan
dirinya dalam mengatasi berbagai situasi. “image of reality” terdiri
dari suatu perangkat penggunaan informasi yang mengatur perilaku seseorang
dalam mencari dan memproses informasi. Konsep utama teori ini adalah image atau image of reality. .
Proses Pencarian Informasi Oleh Donohew Dan
Tiplon
Proses
dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli. Tahap berikutnya terjadi
perbandingan antara stimuli(informasi) dan image of reality yang
dimiliki individu tersebut. Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimili
tersebut menuntut suatu tindakan. Selanjutnya, individu memerlukan feedback
dari tindakannya untuk mengevaluasi efektifitas tindakannya. Proses ini dapat
menghasilkan revisi pada images of
reality seseorang.
Contoh kasus pendekatan ini adalah
ketidakberanian TV One dalam mengekspos korban lumpur lapindo di Porong,
Sidoardjo. PT Lapindo yang dimiliki oleh keluarga Bakrie, tidak bisa di usut
beritanya oleh redaksi TV One sebab sama-sama berada di bawah perusahaan
Bakrie. Karenanya, di setiap pemberitaan masalah lapindo TV One sangat
hati-hati supaya tidak menurunkan image Abdul Rizal Bakrie.
boleh tau retrensi buku mana tentanh teori informasi seeking ?
BalasHapus