Senin, 29 Desember 2014

TEORI EKSISTENSI SOSIAL DAN PERSONAL & TEORI SOCIAL ACCOUNTIBILITY



Disusun Oleh : Agus Elly Ermayani, Febria Cindra Keswara, Idawati, Tri Mariyati



A.   Komunikasi Dan Konstruksi Sosial Realita

Pengertian dan pemahaman kita, pada dasarnya, timbul dari komunikasi kita dengan orang lain. konsep tentang realitas semacam ini tertanam kuat dalam pemikiran-pemikiran sosiologi. Beberapa tokoh utamanya adalah Peter Berger dan Thomas Luckmann yang menulis buku “The Social Construction of Reality”.
Dengan dukungan dari aliran interaksi simbolis dan landasan yang dibuat oleh Schutz, Berger, dan Luckmann, pendekatan konstruksi sosial realitas telah menjadi gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Kenneth Gergen, gerakan ini memusatkan perhatiannya pada proses dimana para individu menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka. Ada empat asumsi yang mendasari pemikiran tersebut, antara lain:

1.      Suatu kejadian (realitas) tidak hadir dengan sendirinya secara objektif, tetapi diketahui atau dipahami melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa
2.      Realitas dipahami melalui kategori-kategori bahasa secara situasional yang tumbuh dari interaksi sosial di dalam suatu kelompok pada saat dan tempat tertentu
3.      Bagaimana suatu realitas dapat dipahami, ditentukan oleh konvensi-konvensi komunikasi yang dilakukan pada saat itu. Oleh karenanya, stabil tidaknya pengetahuan lebih tergantung pada variasi kehidupan sosial daripada realitas objektif di luar pengalaman
4.      Pemahaman-pemahaman terhadap realitas yang tersusun secara sosial membentuk banyak aspek-aspek penting lain dari kehidupan. Bagaimana kita berpikir dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari pada dasarnya merupakan persoalan bagaimana kita memahami realitas kita
Diantara berbagai aspek terpenting dari kehidupan sosial adalah definisi mengenai diri (self) yang terkait dengan orang lain. Ada dua teori yang menekankan pada peranan komunikasi dalam “self-definition”


B.   Teori Eksistensi Sosial Dan Personal

      Rom Harre mengembangkan teori mengenai diri (self). Dia dan Paul Secord memperkenalkan ethogeny, yaitu studi tentang bagaimana seseorang memahami tindakan mereka di suatu peristiwa (episode) tertentu. Sebuah episode adalah suatu rangkaian tindakan yang dapat diperkirakan dan semua pihak yang terlibat mengartikannya sebagai suatu peristiwa yang ada permulaan dan ada akhirnya. Jamuan makan malam, argumentasi, upacara wisuda, negosiasi merupakan contoh dari episode. Fokus dari ethogeny adalah bagaimana arti episode bagi para partisipannya dan bagaimana mereka memahami berbagai tindakan yang membentuk episode. Kemudian bahasa yang dipergunakan orang untuk menggambarkan dan menjelaskan episode mencerminkan pemahaman orang-orang tersebut terhadap episode tadi. Kelompok sosial atau komunitas, melalui interaksi membentuk teori-teori untuk menjelaskan pengalaman tentang realitas. Suatu teori kelompok memberikan penjelasan tentang pengalaman yang mencakup suatu skenario mengenai apa konsekuensi logis dari tindakan tertentu dalam sebuah episode. Harre menyebutnya sebagai structured template yaitu proses tindakan yang diantisipasi dalam episode. Sebagai contoh, sepasang remaja yang sedang jatuh cinta. Mereka akan memiliki teori mengenai definisi cinta itu dan bagaimana seharusnya tindakan yang dilakukan oleh mereka yang saling mencintai. Teori tersebut akan menjadi eksplisit jika mereka diminta untuk menggambarkan, menjelaskan, atau mengartikan tindakan-tindakan mereka.

      Makna yang melekat pada berbagai peristiwa dalam satu episode akan memunculkan aturan-aturan yang mengarahkan tindakan-tindakan partisipan dalam episode tersebut. partisipan menjadi tahu bagaimana harus bertindak karena adanya peraturan-peraturan yang berlaku pada suatu saat tertentu. Contoh pasangan remaja yang sedang berkencan, maka peraturan pertama yang dilakukan oleh sang kekasih adalah menjemput sang gadis di rumahnya, kemudian membeli tiket bioskop dan menontonnya, hingga mengantarkan kembali sang gadis pulang ke rumahnya. Episode kencan tersebut tentunya akan berbeda bagi pasangan lainnya, yang memiliki batasan tersendiri mengenai kencan dan rangkaian tindakannya.



      Sebagaimana halnya dengan pengalaman, diri (self) juga disusun oleh suatu teori personal, yaitu bahwa individu belajar untuk memahami dirinya sendiri melalui satu atau sekelompok teori yang mengkonsepsikan siapakah’diri’ individu tersebut. Dengan demikian, pemahaman seseorang mengenai ‘self’ merupakan suatu konsep teoritis yang berasal dari pengertian tentang kepribadian yang terdapat dalam budaya dan diekspresikan melalui komunikasi. Harre membedakan orang dari ‘self’. Orang adalah makhluk kasat mata dengan semua atribut dan sifat-sifat seperti yang terdapat dalam suatu budaya atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan ‘self’ adalah pemahaman pribadi seseorang mengenai keberadaannya sebagai seseorang. Karakteristik seseorang dijelaskan oleh teori kelompok mengenai kepribadian, sedangkan diri dijelaskan oleh teori individu mengenai keberadaan dirinya sebagai anggota suatu budaya. Sebagai contoh, banyak budaya tradisional mengkonsepsikan seseorang berdasarkan perannya, seperti ayah, ibu, dll. Sementara itu, individu memiliki sifat, perasaan, dan karakter tersendiri sebagai individu di dalam konteks budaya tertentu.

      Teori tentang ‘diri’ dipelajari melalui interaksi dengan orang lain. sepanjang hidupnya orang yang mempelajari bahwa tiap individu memiliki pandangan yang berbeda dan diri adalah pelaku otonom dengan kekuatan untuk melakukan sesuatu. Harre menunjukkan bagaimana dimensi-dimensi pribadi dan personal sesungguhnya berangkat dari proses sosial. Pemikiran, keinginan, dan emosi kita pada dasarnya dipelajari melalui interaksi sosial. Tepatnya, pandangan yang dimiliki seseorang, sifat dari pandangan tersebut, serta tingkat dan ciri-ciri pribadi bergantung pada teori diri orang tersebut dan sangat berbeda dari satu budaya ke budaya lainnya.

      Konsep diri terdiri dari seperangkat elemen yang dapat dipandang dalam dimensi. Dimensi pertama display, yaitu bagaimana suatu aspek dapat dilihat oleh orang lain atau tetap tersimpan secara pribadi. Misalnya, emosi relatif lebih bersifat pribadi, sementara kepribadian dapat diketahui oleh orang lain. Dimensi kedua adalah realisasi atau sumber. Dimensi ini mencakup tingkatan dimana beberapa bentuk diri dianggap muncul dari dalam individu, disamping tumbuh dari suatu kelompok. Elemen-elemen yang dianggap muncul dari dalam diri seseorang adalah kenyataan individual (individually realized), sementara elemen yang tumbuh dari hubungan seseorang dengan suatu kelompok adalah kenyataan kolektif. Contoh, tujuan (purpose) dapat digolongkan sebagai kenyataan individual karena tujuan merupakan sesuatu yang dimiliki dan diketahui oleh seseorang. Sebaliknya kerja sama merupakan kenyataan kolektif karena hanya dapat dilakukan oleh seseorang sebagai anggota kelompok. Dimensi ketiga adalah ‘agency’ yaitu tingkat kekuatan aktif yang terdapat pada diri. Elemen-elemen aktif, seperti berbicara atau mengemudikan mobil berlawanan dengan elemen-elemen pasif seperti mendengarkan atau menumpang mobil.
      Semua teori mengenai diri mempunyai tiga elemen yang sama. Pertama, semuanya mengandung suatu kesadaran diri (self-consciousness). Kedua, ‘agency yaitu kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Ketiga, ‘autobiography atau identitas seseorang yang memiliki sejarah dan masa depan.


C.   Teori Pertanggungjawaban Sosial (Social Accountability)
John Shotter menyajikan suatu teori dengan memperluas pemikiran dengan bahasan baru, yaitu tanggung jawab dan moralitas. Shotter yakin bahwa pengalaman manusia tidak dapat dipisahkan dari komunikasi. Komunikasi yang kita lakukan sekaligus merelfeksikan dan membentuk pengalaman kita mengenai realitas. Singkatnya pengertian dan pengalaman kita tentang realitas terbentuk berdasarkan cara-cara kita berbicara dalam usaha untuk menjelaskannya. Hubungan antara komunikasi (berbicara dan memberi penjelasan) dan pengalaman membentuk suatu putaran (loop). Komunikasi menentukan bagaimana realitas dipahami (dialami) dan pengalaman (pemahaman terhadap realitas) mempengaruhi komunikasi. Oleh karenanya, pemahaman yang menyangkut orang tidak dapat lepas dari pemahaman terhadap hubungan antarmanusia. Lingkungan yang ada merupakan suatu ‘umwelt’ yang pada dasarnya adalah suatu domain moral dari hak, tuas, wewenang, dan kewajiban. Kerangka moral pengalaman manusia diekspresikan dalam dan melalui komunkasi. Untuk melindungi otonominya, orang harus dapat menjelaskan bukan hanya atas tindakan-tindakannya, tetapi juga mengenai dirinya sendiri, misalnya siapa dan apa orang tersebut




2 komentar: