Jumat, 12 Desember 2014

Cinta Rp.4000



 Karya : Noverita

Pagi hari yang ribut di kelas XII IPA SMA St.Ignasius, sehingga penghuni kelas tersebut kelihatan seperti bebek-bebek yang kelaparan. Lebih tepatnya lagi seperti pedagang pasar yang berlomba-lomba untuk menjual barang dagangannya. Yaaa... begitulah keadaan XII IPA di pagi hari. Ada saja yang diributkan,
dari hal kecil sampai ke hal yang besar, dari yang penting ke yang tidak penting, dari yang sepele sampai ke yang luar biasa.
            Namun ada yang berbeda pagi hari ini. Rose sang ratu ribut sedang terdiam di tempat duduknya sambil memain-mainkan pen “Pilot Sriwijaya”nya. Nah, herannya meskipun sang ratu terdiam tapi penghuni kelas XII IPA tetap saja ribut. Harap maklum karena ditempati oleh makhluk-makhluk luar biasa aneh.
            Eits, ternyata bukan hanya Rose yang mogok ribut pagi ini. Ray sang kapten basket juga malas mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya yang terkenal tajam bila sedang bertanding. Ia malah asyik melamun.
            “Rose, maafkan aku. Bukan maksudku menyakiti hatimu. Andaikan kau tahu, aku sangat menginginkanmu. Namun...”
            “Ray! Ray!” Teriakan Feri sontak menghentikan lamunan Ray.
            “Ada apa Fer?”
            “Anak-anak nunggu di lapangan sekarang. Ada hal gawat terjadi. Sepertinya mengenai kondisi Pak Kim dan pertandingan DBL ( Development Basketball League ) di Pontianak nanti.”
            Dengan secepat kilat Ray meninggalkan kelas karena 15 menit lagi bel berbunyi.
            Bayangan Ray seketika mengingatkan Rose. Tekanan darahnya seakan mencapai 100 °C apabila mengingat kejadian kemarin.
            “Ros, ajarkan aku Fisika dong. Aku nggak ngerti tentang Teori Atom Bohr.” ujar Ray dengan muka memelas.
            “Iya, tapi imbalannya mana? Yang kemarin aja belum nyetor. Hahaha.” ledek Rose.
            “Ah, kamu kayak nggak tahu aja, Ros. Tunggu gajian saja ya. Ntar aku traktir di Bakso Granat.” janji Ray.
            “Bilang aja nunggu uang kiriman. Iya kan?”
            Ray tersenyum simpul mendengar ucapan Rose. Candaan gadis ini bisa menghilangkan kegundahan hatinya dan menghibur dirinya. Senyumnya, tawanya, tingkahnya, binar matanya, perhatiannya, dan kecerdasan yang ia miliki. Rose sangat teliti dalam hal apa pun. Tak heran ia menjadi peniliti cinta. (Lho? Apa hubungannya?)
            “Ayo dong jelasin...” paksa Ray.
            “Oke. Teori atom Bohr mengatakan bahwa elektron dapat berpindah lintasan dengan cara menyerap atau memancarkan energi blablabla...“ terang Rose panjang lebar tanpa didengar oleh Ray yang asyik melamun.
            Ray asyik memandangi Rose yang sedang dua rius fokus menjelaskan Teori Atom Bohr.
            “Gadis ini mau melakukan apa saja untuk ku tanpa dan ketika aku memintanya, walaupun aku selalu acuh tak acuh padanya. Aku hanya mencarinya ketika aku butuh dan meninggalkannya begitu saja ketika semuanya sudah beres tanpa memikirkan perasaannya. Arggh...pria macam apa aku ini”, Ray berkata dalam hati.
            Ray merasa bersalah atas tindakannya selama ini terhadap Rose. Ia berjanji akan lebih memperhatikan Rose terutama di sekolah.
            “Ray, ngerti nggak?” Rose berhenti karena mendapati Ray sedang menatapnya dengan tatapan tidak seperti biasanya. Hal itu sontak membuat Rose salah tingkah.
            “Kalau kamu yang jelaskan pasti aku mengerti” kilah Ray. Padahal dari tadi ia tidak mendengar penjelasan Rose sedikit pun.
            Rose menarik napas lega. Ia merasa bahagia dapat membantu pujaan hatinya walaupun Ray sering bersikap cuek terhadapnya. Diperhatikannya Ray yang tengah asyik membaca ulang penjelasan yang ia berikan.
            “Aku janji akan membantumu sampai batas kemampuanku, walaupun kadang hatiku menahan rasa sakit melihatmu lebih suka memperhatikan gadis lain daripada aku” ujar Rose dalam hati.
            “Ray, bolehkah aku berbicara satu hal sama kamu?” tanya Rose yang sudah tidak tahan dengan sikap cuek Ray ketika di sekolah.
            “Boleh. Tentang apa?” tanya Ray penasaran.
            “Aku merasa kamu memanfaatkan aku dalam hal pelajaran. Banyak yang lebih pintar dari aku, Ray. Kepintaran ku jauh dari mereka. Kenapa harus aku  yang selalu kamu cari?” tuding Rose.
            “Aku nggak memanfaatkan kamu, Ros. Aku cuma...eee...cuma ...” jawab Rose dengan terbata-bata. Ia tidak menyangka Rose akan berpikir sejauh itu.
            “Cuma apa, Ray ? Buktinya kamu selalu mencari aku bila ada tugas. Kamu SMS, telepon, sampai bela-belain datang ke rumah hanya demi tugas. Setelah tugasmu selesai, aku dibuang bagai sampah. Sementara di kelas kita jarang ngobrol, aku tertekan dengan sikapmu Ray.” Tanpa disadari Rose, air matanya jatuh berlinang membasahi pipinya. Dia telah meluapkan seluruh emosinya.
            “Ros, kamu salah paham. Aku takut sama  anak-anak. Aku takut digosipin, Ros. Bukan berarti aku memanfaatkan kamu tapi aku berusaha untuk ...”
            “Memangnya anak-anak itu monster energi yang harus ditakutkan!!” teriak Rose yang langsung berlari pergi meninggalkan Ray yang belum selesai bicara.
            “Ros, kenapa kamu lari? Aku berbuat begitu karena aku ingin mendekatkan diri padamu.”
@ (^_^) @




            “Ray, kesehatan Pak Kim semakin menurun. Kita terancam tidak mempunyai pelatih. Sementara pertandingan DBL akan dimulai 2 bulan mendatang.” ujar Frendi penuh kecemasan.
            Ray bingung harus mengatakan apa. Pikirannya hanya tertuju kepada Rose. Namun, karena tanggung jawabnya sebagai kapten ia mencoba untuk memberikan solusi yang terbaik bagi team basketnya.
            “Oke, kita semua sudah ditempatkan pada posisi masing-masing dengan kemampuan yang luar biasa. Kunci utama yang harus kita pegang dalam bermain adalah kekuatan formasi dan stamina tubuh serta power kita. Kunci yang paling utama dan terutama adalah kerjasama team. Dengan bekerja sama, kita pasti bisa menjadi team yang tangguh. Ingat, Pak Kim pernah mengatakan jangan takut bila tidak ada yang melatih, berusahalah semampu kalian agar keinginan kalian dapat terwujud dan yakinlah dengan kemampuan kalian masing-masing.” ujar Ray berusaha menenangkan dan meyakinkan teman-temannya dengan bijaksana.
            “Setuju! Saatnya kita harus mandiri dan menunjukkan kemampuan kita. Kita harus dan wajib mewujudkan impian Pak Kim.” teriak Vinsen.
            “Kamu memang kapten yang hebat, Ray. Kami bangga padamu. Semoga saja Pak Kim cepat sembuh. Dia pasti bangga melihat kita bermain di lapangan.” ujar Welly penuh harap.
            “Kita semua berdoa agar Pak Kim cepat sembuh dan dapat melatih kita kembali.”  ujar Stephen.
            “Jadi latihannya sekarang setiap hari ya agar persiapannya maksimal.” ujar Ray sambil menelungkupkan tangannya di udara diikuti teman-temannya dan mereka menghempaskan di udara.
            Teeet...teeeet... Bel berbunyi menandakan pelajaran akan dimulai. Ray Cs melangkah meninggalkan lapangan menuju ke kelas masing-masing dengan raut wajah bahagia.
Saat masuk kelas, mata Ray dan Rose saling beradu pandang.Tapi Ray bergegas menuju ke tempat duduknya karena Bu Mara ( guru Biologi killer ) sudah berdiri di ambang pintu.
            “Selamat pagi, anak-anak.” sapa Bu Mara.
            “Selamat pagi, Bu.” jawab anak-anak dengan nada lesu. (Pagi-pagi kok sudah lesu. Payah!)
            “Pada pertemuan kali ini, kita akan menyusun rancangan penelitian untuk persiapan ujian praktik. Nah...kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4 orang.” papar Bu Mara.
            “Kita meneliti tentang apa Bu?” tanya Erwin.
            “Kita akan meneliti faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.” papar Bu Mara lagi.
            “Kenapa tidak membedah kodok, Bu ?” celetuk Hendri.
            “Hendri...Hendri...Percuma kamu bercanda. Ibu tidak memberi respon terhadap candaanmu, yang ada ibu akan mengurangi afektifmu. Hahahaha.” ledek Jodi sambil berbisik.
            Bu Mara adalah guru yang terkenal dengan mulutnya yang tajam setajam silet. Ia akan mengeluarkan kata apa saja tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ia juga suka bermain nilai dengan siswanya dan ia selalu curiga bila siswanya mendapat nilai 100 pada saat ulangan. Tak heran banyak siswa yang tidak senang padanya, terutama siswa kelas XII IPA. Jika sudah masuk pelajaran Bu Mara, pasti akan terdengar umpatan-umpatan tak jelas.
            “Oke, anggota kelompoknya ibu yang tentukan.” ujar Bu Mara.
            “Yaaaahhh....” teriak penghuni kelas XII IPA kecewa.
            “Kelompok pertama : Alice, Alex, Ray dan Rose; kelompok kedua blablabla.”
            Alex dan Alice tersenyum senang. Bu Mara bisa membaca pikiran mereka. Ternyata intuisi Bu Mara hebat juga. Berbakat jadi mentalis, hehehe.
            Sementara Ray dan Rose yang baru kali ini dipersatukan dalam kelompok hanya menghela napas panjang. Mereka bingung harus bagaimana berhadapan satu sama lain. Kejadian kemarin terus berlalu lalang di jalan raya otak mereka.
            “Sekarang semuanya duduk sesuai dengan kelompok masing-masing. Ibu akan menjelaskan ketentuan yang harus kalian teliti.” ujar Bu Mara.
            Semua siswa sibuk mencari kelompok dan memindahkan bangkunya masing-masing. Dan keributan kembali terjadi. Bu Mara menggeleng-gelengkan kepalanya bingung bagaimana caranya agar mereka bisa diam. Tapi keributan tak berlangsung lama. Sadar juga mereka.
            “Hal yang harus kalian amati adalah jumlah daun, diameter batang, jumlah bunga, tinggi batang dan kadar pupuk. Dalam waktu 1 bulan harus sudah dikumpulkan.” jelas Bu Mara.
            “Cepat sekali, Bu.” teriak Kawen.
            “Kalian pilih tanaman yang cepat tumbuh seperti kacang hijau, cabe, tomat atau Rosela. Jangan pilih mangga atau durian. Satu tahun saja belum tentu sudah berbuah. Sekarang diskusikan tanaman apa yang akan kalian teliti.” ujar Bu Mara.
            “Nah... Kalian mau menanam tanaman apa ?” tanya Alex memberikan kesempatan kepada teman-temannya untuk mengeluarkan pendapat.
            “Menurutku kita menanam Rosela saja. Perawatannya tidak susah dan aku ada persediaan bibitnya. Bagaimana?” sahut Rose.
            “Boleh, untuk variabelnya kita gunakan dua variabel yaitu Rosela yang ditanam pada media tanah kuning diberi pupuk dan Rosela yang ditanam pada media tanah humus tidak diberi pupuk.” tambah Alice.
            “Kapan kita mulai bekerja ?” tanya Ray.
            “Besok di rumah Alice ya. Jangan di rumah Rose. Gonggongan anjingnya bisa membuatku jantungan.” ujar Alex.
            “Kamu yang nggak maco. Cowok kok takut sama anjing.” ledek Rose.
            “Masalah buat loe.” ujar Alex dengan muka kecut.
            “Jadi, besok pukul berapa di rumahku ?” tanya Alice.
            “Besok kan hari Minggu, kebetulan tidak ada jadwal latihan basket. Pukul 14.00 saja.” sahut Ray.
            “Oke. Bahan-bahan yang harus kita siapkan apa saja, Ros ?” tanya Alice.
            “Polibeg ukuran 5x5 cm 20 lembar, tanah kuning dan tanah humus, pupuk urea dan bibit.” jawab Rose.
            “Nah... Sekarang kita pembagian tugas. Aku dan Ray yang mencari tanah dan pupuk sedangkan Alice membeli polibeg dan Rose membawa bibit.” terang Alex.
            “Oke komandan!” seru Alice, Ray dan Rose bersamaan.
            Ray dan Rose saling menatap.
            “Sepertinya Rose tidak marah lagi padaku. Semoga saja.” bisik Ray dalam hati.
            “Sandiwara yang melelahkan. Aku muak melihat wajahmu Ray.” bisik Rose dalam hati yang tersenyum palsu kepada Ray,  karena kalau tidak tersenyum nanti wartawan Alice dan Alex akan langsung menyerbu dengan segudang pertanyaan.

@ (^_^) @




            Tingtong... Tingtong...
            Bel rumah Alice berbunyi pertanda ada yang datang.
            “Hai Ray. Hai Lex. Mari masuk. Maaf ya berantakan.” ajak Alice.
            Ora opo-opo. Nanti kami bantu bereskan, tapi sebelumnya kami mau mengotori dulu dengan tanah-tanah ini. Hahaha.” canda Ray sambil menunjuk dua kantong tanah yang berada di tangan Alex.
            “Hei...enak saja. Kita kerjanya di taman, agar kalian lebih leluasa mengekspresikan diri dengan tanah-tanah. Ayo, kita langsung ke taman saja.” tanggap Alice.
            “Rose belum datang?” tanya Alex.
            “Mungkin lagi dalam perjalanan.” jawab Alice.
            Tingtong...
            “Nah itu dia. Kalian duluan saja, nanti kami menyusul.” pinta Alice.
            Selang beberapa saat Alex dan Ray duduk di bangku taman, Alice dan Rose muncul.
            “Hai...hai...cowok-cowok cakep yang lagi sibuk bertani.” sapa Rose.
            “Wah, hari ini Rose terlihat ceria. Senyumnya seperti bunga yang baru mekar. Ada gerangan apakah?” tanya Alex iseng.
            “Kepalaku tadi kejedot meja,  jadinya saraf otakku rada-rada bermasalah untuk sementara waktu. Akibatnya aku jadi senyum-senyum nggak jelas.” terang Rose.
            “Woalah, kamu super hati-hati, Ros. Untung tidak benjol.” ucap Ray cemas.
            “Wah, kalau benjol namaku bukan Rose lagi dong tapi ‘Ratuku Imam Benjol‘, hahaha.” jawab Rose.
            Semuanya tertawa terbahak-bahak karena kegilaan Rose muncul lagi. Ternyata jiwa gilanya sudah kembali setelah melakukan petualangan gila.
            Stop...Stop. Kalau bercanda terus kapan mulai kerja?” teriak Alice menghentikan gelak tawa mereka.
            “Sabar Alice. Kita pemanasan dulu baru pendinginan otak, agar nanti lebih cepat berpikirnya.” jawab Ray.
            “Alice benar, kita harus menyiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu, Ray.” ujar Alex membela Alice.
            “Oke. Sekarang yang harus kita lakukan pertama kali adalah merendam biji Rosela selama 10 menit agar kita mendapatkan bibit yang baik. Kemudian kita menggabungkan pupuk urea dan tanah kuning dengan komposisi 1:1. Setelah itu, campuran pupuk urea dan tanah kuning dimasukkan ke dalam polibeg. Kemudian disiram dan ditanam. Untuk tanah humus, langsung dimasukkan ke dalam polibeg.”  jelas Rose.
            “Aku dan Alice merendam biji Rosela.” pinta Alex dengan paksa.
             Mau tidak mau, Rose harus rela mencampurkan pupuk dan tanah kuning dengan Ray, karena kalau Rose menolak, Alex akan mengamuk seperti singa.
            “Lex, kamu mau ngapain sih? Kamu mau mencuri kesempatan dalam kesempitan ya.” tuduh Alice.
            “Ststst... jangan berisik. Aku mau mengintai Ray dan Rose.” jawab Alex.
            “Memangnya mereka teroris yang ada di DPO (Daftar Pencarian Orang).” jawab Alice dengan nada kesal.
            “Lice, kamu pernah memperhatikan gerak gerik Ray dan Rose di kelas nggak?” tanya Alex.
            “Apa maksudmu Lex? Mereka biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh. Ada apa sih ?” tanya Alice penasaran.
            “Mereka nggak pernah ngobrol atau bercanda di kelas. Ya ampun, masa kamu nggak nyadar sih? ” jelas Alex.
            “Hah! Masa iya? Tapi kemarin mereka asyik bercanda ria kok .“ ujar Alice masih dengan wajah penuh kebingungan.
            “Aduh, bisa saja mereka sengaja. Pokoknya kita harus mengintai mereka. Jangan-jangan ada sesuatu yang mereka tutupi dari kita.” ajak Alex.
            Sembari merendam biji Rosela, Alice mengikuti apa yang dikatakan Alex. Mereka berdua pun mengintip Ray dan Rose di balik jendela dapur.
            “Ray, tolong ambilkan tanah kuning, kemudian tumpahkan di sini ya. Aku mau mengambil pupuk dulu.” pinta Rose sembari menunjuk ke arah karung yang sudah ia hamparkan.
            “Oke princess.” jawab Ray tersenyum sambil mengambil tanah kuning.
            Tak lama kemudian Rose kembali dengan membawa sekantong pupuk di tangan kanannya.
            “Yuk, kita mulai mencampurkan pupuk dan tanah kuningnya.” ajak Rose dengan santai dan tersenyum. Seolah-olah kemarin tidak terjadi apa-apa diantara mereka.
            Ray yang bingung dengan perubahan sikap Rose hanya manggut-manggut saja.
            Rose pun menumpahkan pupuk ke tanah dan mulai membolakbalikkan agar menghasilkan campuran yang merata. Ray mengikuti apa yang dilakukan oleh Rose.Mereka melakukannya dalam diam tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka masing-masing. Tanpa disengaja tangan Ray menyentuh tangan Rose.
            “Maaf, maaf. Aku nggak sengaja.” ujar Ray.
            No problem.” jawab Rose dengan jantung yang terus berdetak kencang. Untung saja ia dapat mengontrol suaranya sehingga tak terdengar grogi.
            “Emm, bolehkah aku bicara satu hal sama kamu?” tanya Ray penuh kehati-hatian.
            “Boleh. Langsung saja.” jawab Rose dingin. Panas dingin mulai menjalari tubuhnya.
            “Emm, Rose maafkan sikapku selama ini. Aku terlalu mementingkan egoku tanpa memikirkan perasaan orang lain. Eee, maukah kamu memberikan kesempatan  padaku untuk memperbaiki kesalahanku padamu?” pinta Ray dengan wajah penuh sesal karena sebenarnya ia juga rindu dengan banyolan-banyolan konyol yang keluar dari mulut Rose.
            Rose yang mendengar hanya terdiam saja, bingung harus mengatakan apa. Pikirannya kacau balau mengingat sikap Ray yang diputar bagaikan layar tancap di memori otaknya.
            “Sudahlah, Rose. Berikan dia kesempatan untuk memperbaiki sifatnya selama ini. Siapa tahu dia bisa berubah.” seru hati kecilnya.
            “Baik, aku akan memberi kesempatan padamu kali ini saja.” jawab Rose setelah menimbang-nimbang beban akibat yang akan ia hadapi jika Ray mengulang perbuatannya lagi. (Ada-ada saja Rose. Memangnya bayi gajah yang baru lahir?).
            “Terima kasih, Ros.” ujar Ray dengan wajah sumringah. Ray kemudian melempar segenggam tanah ke arah Rose. Rose yang tidak terima, memasang kuda-kuda bersiap mengejar Ray yang sudah berlari terlebih dahulu. Mereka berkejar-kejaran layaknya ‘Tom and Jerry‘. Raut wajah bahagia sangat tampak diantara keduanya. Awan mendung yang menutupi wajah keduanya kini sirna dengan cahaya kemilau matahari. Mereka bukan lagi seperti ranting pohon yang rapuh tetapi seperti bunga yang bermekaran pada musim semi.
            Alex dan Alice yang dari tadi melakukan pengintaian layaknya Densus 88  juga tersenyum geli melihat tingkah mereka yang seperti anak kecil.
            “Eits, bagaimana kalau kita siram saja mereka dengan air?” si jahil Alex mulai beraksi lagi.
            “Okok, ntar aku yang lempar mereka dengan tanah. Biar jadi manusia tanah pertama di Singkawang.” jawab Alice dengan tawa menggelegar yang seakan membelah jagat raya.
            Kemudian, mereka memutuskan untuk keluar dari dapur untuk melancarkan serangan terhadap target yaitu Ray dan Rose dengan membawa semangkuk air dan sekantong tanah.
            Alex dan Alice langsung berlari ke arah Ray dan Rose sambil tersenyum licik satu sama lain. Alex memberikan aba-aba kepada Alice, dalam hitungan ketiga  mereka melemparkan air dan tanah secara bersamaan ke arah Ray dan Rose. Dan ....1–0. Lemparan tepat mengenai target. Ray dan Rose yang betul-betul telah menjadi manusia tanah menatap marah kepada Alex dan Alice.
            “Alex! Alice!” teriak Ray dan Rose bersamaan. Mereka berniat ingin mengambil tanah dan melemparkan kembali kepada Alex. Belum sempat mereka berbalik, Alex yang sudah mengetahui niat mereka langsung menyeletuk.
            “Oh tidak bisa. Tanah itu untuk media tanam, bukan untuk melempar saya.” cegah Alex mengulum senyum (Lho? bukannya tanah yang digunakan untuk melempar Ray dan Rose adalah tanah untuk  media tanam? Dasar Alex  jahil).
            “Lebih baik kita lanjutkan pekerjaan kita daripada bermain-main nggak jelas seperti ini.” tambah Alice tanpa merasa bersalah sedikit pun.
            Dengan langkah gontai Ray dan Rose kembali melanjutkan pekerjaan mereka, sementara Alex dan Alice tertawa terbatuk-batuk melihat kedua teman manusia tanahnya.
            “Ntar makan yuk.” ajak Alice. (Wow...langsung ambil strategi mencuri hati)
            “Boleh, di mana? Langsung ya.” jawab Alex memancing emosi kedua temannya.
            “Eh kalian nggak punya mata ya? Orang udah kotor begini diajak makan!” bentak Rose.
            “Sabar, Bu. Jangan marah-marah, ntar paras Anda seperti Mak Lampir lho. Hahaha.” ledek Alex sambil menirukan wajah peyot Mak Lampir.
            “Peduli amat.” jawab Rose cuek.
            “Beneran nih. Ntar Ray berpindah ke lain hati lho gara-gara wajah Mak Lampir-mu.” jebak Alice.
            “Hush... kamu apa-apaan sih? Biasa aja kok. Rasa sukaku padanya tidak akan berubah sekalipun wajahnya seperti Mak Lampir.” jawab Ray dengan menebar senyum Pepsodent.
            “Rasa, memangnya aku Magnum Gold?” tanya Rose.
            “Kamu bukan ‘Magnum Gold‘, tapi ‘Magnum Goat’...hehe.” ledek Alex lagi.
            “Ststst... jadi mau apa nggak nanti makan bareng?” tanya Alice lagi.
            “Mau dong. Tapi nggak seru kalau bau asem + keringat + muka kusut pergi makan. Ntar jadi artis dadakan kita, selalu dilihat orang banyak. Gimana kalau kita pulang dulu?” jawab Ray.
            “Sadar Bro. Orang sekarang nggak peduli dengan sekelilingnya. So, enjoy with your style. Tapi, kalau mau menambah kesan lebih, sah-sah saja.” ujar Alex bijak. (Tumben banget, sepertinya naluri dewasa merasuki pikirannya).
            “Aku setuju sama Ray. Badanku sudah gerah, kuman-kuman sudah beraksi akibat campuran air dan tanah kalian. Kamu sih enak Lex, bersih kinclong jadi nggak usah membersihkan diri.” ujar Rose.
            “Tenang saudara saudari, ada sabun Lifeboy pelindung kesehatan keluarga dari kuman.” ujar Alice (Nah...Alex bijak, Alice promosi. Ada-ada saja perubahan sikap mereka. Anehnya dalam sekejap waktu sudah kelihatan hasilnya.)
            “Alice...Alice...kalau mau jadi sales, jangan nyasar ke mari. Salah tempat, nggak laku barang daganganmu di sini. Hahaha.” ejek Ray.
            “Huuuuu...” jawab Alice cemberut.
            “Lice, pukul berapa dan di mana makannya ?” tanya Alex serius.
            “Pukul 19.00 di Kafe ‘Acit’ Jalan Pattimura.” jawab Alice.
            “Hah? Kafe ‘Kancit’? Nggak salah?” tanya Ray heran.
            “’Acit’ Opa...bukan ‘Kancit’. Masih muda sudah tuli.” jawab Rose.
            “Oh, kafe baru ya?” tanya Alex.
            “Iya, tempatnya keren banget. Minimalis tapi hangat dengan pemandangan tanaman hias dan air mancur.” jawab Rose.
            “Oke. Kita langsung ketemuan di sana saja ya.” ujar Alex.
            “Lex, aku nebeng ya.” ujar Ray . Alex menganggukkan kepalanya tanda setuju.
            “Rose, kita pergi bareng juga ya.” ujar Alice.
            “Oke. Jangan telat ya, kamu sudah harus siap sebelum aku datang.” jawab Rose.
            “Yee...ikut-ikutan.” ejek Ray.
            “Bilang aja pengen. Susah amat.” bisik Alice.
            “Kamu benar, Lice. Aku sangat menginginkan hal itu (satu motor berdua dengan Rose). Namun apa daya aku tidak memiliki keberanian untuk mengajaknya.” ujar Ray dalam hati.
            “Eh, hari sudah sore. Tugas juga sudah selesai. Pulang yuk. Buat persiapan ntar malam, hehe.” ujar Alex.
            “Siap komandan.” teriak Ray, Rose dan Alice.
            Sebelum pulang mereka membereskan peralatan dan membersihkan taman. Setelah beres Rose, Ray dan Alex pamit pulang kepada Alice. Alice mengantar mereka ke pintu pagar dan menjadi satpam sementara (penunggu pagar). Alih-alih mendapat uang, yang ia dapatkan dari tugasnya sebagai satpam sementara adalah kentut knalpot teman-teman jahinya. (Derita loe, Alice)

@ (^_^) @





            “Inilah resikonya janjian dengan cewek. Lelet bagaikan siput.” gerutu Ray tidak sabar. (Hayo...bilang saja, penasaran dengan penampilan Rose kan?)
            “Woalah, Ray sekarang baru pukul 18.50. Wajar dong, mereka belum datang. Mereka juga bukan tipe cewek pada umumnya yang menomorsatukan penampilan.” ujar Alex menanggapi gerutuan Ray.
            “Oh iya. Uda keren belum?” tanya Ray sambil berkaca di kaca spion motor.
            “Udah mirip Justin Timberlake. Yuk, kita tunggu di dalam sambil menikmati pemandangan.” ajak Alex sambil beranjak meninggalkan parkiran.
            Mereka berdua masuk ke dalam kafe dan duduk di meja nomor 3 sambil menikmati riak-riak air mancur yang berjatuhan. Benar apa yang dikatakan Rose, kafe ini sangat menyatu dengan alam. Banyak terdapat tanaman hias di pojok-pojok kafe.
            Rose sedang menunggu Alice di ruang tamu. Ia melirik jam tangannya. Pukul 18.50, sepuluh menit lagi pukul 19.00. Ponselnya bergetar. Tertera tulisan 1 pesan baru.
From : Ray
Kami udah sampai nih.
Meja nomor 3 yaa.
Hati-hati di jalan, manis.
            Rose tersenyum membaca SMS dari Ray.
            “Hayo, SMS dari siapa? Senyumnya seperti bunga mawar yang baru mekar.” tanya Alice yang tiba-tiba muncul di depan Rose.
            “Hehehe,, bukan siapa-siapa kok.” bohong Rose.
            “Yuk berangkat.” ajak Alice.

@ (^_^) @





            “Hai...hai.” ujar kedua dara cantik jelita kepada Alex dan Ray. Mereka terkejut melihat penampilan keduanya. Alice mengenakan terusan coklat dan Rose mengenakan terusan cream. Keduanya bagaikan bidadari yang turun dari langit, ditambah lagi dengan senyuman mereka yang semanis madu.
            “Kami nggak dipersilahkan duduk nih?” tanya Rose.
            “Maaf, maaf. Silahkan duduk.” ujar Ray yang sangat-sangat terpesona dengan penampilan Rose hingga lupa menyuruhnya duduk.
            “Maaf telat. Hehehe.” ujar Alice nyengir.
            “Oh nggak kok. Tepat pukul 19.00. Nggak ada  guru yang akan menghukum kamu.” jawab Alex.
            Sementara Alex dan Alice berbincang-bincang ria, Ray dan Rose hanya menatap satu sama lain.
            “Hei! Kalian berdua ini selalu saja membisu jika sudah bersama, ada masalah?” tanya  Alice membuyarkan lamuna mereka.
            “Nggak kok. Membisu bukan  berarti ada masalah, tetapi memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.” jawab Ray.
            “Oh ya?. Apakah benar begitu? Yakin dengan uacapan Anda?” tanya Alex lagi.
            “Yakin dong.” jawab Rose.
            “Yang ditanya Ray, yang jawab Rose.” ledek Alice.
            “Kami kan sehati. Iya nggak?” tanya Ray kepada Rose.
            Rose tersenyum malu-malu kucing.
            “Cie...cie...nggak lama lagi ada yang mau traktir makan nih.” ledek Alice lagi.
            “Hush,, kamu terlalu berandai.” jawab Rose.
            “Nggak ada yang melarang seseorang untuk berangan-angan, Ros. Siapa tahu angan-angan tersebut akan menjadi kenyataan.” ujar Alice.
            “Semoga saja.” kata Rose dalam hati.
            Alice memanggil pelayan dan memesan makanan untuk mereka santap.
            “Bagaimana keadaan Pak Kim, Ray ?” tanya Alex.
            “Kemarin kondisinya sempat melemah, tapi sekarang beliau sudah lebih sehat dari kemarin. Sekarang kami berlatih sendiri dan mengandalkan kekuatan kami masing-masing.” jawab Ray.
            “Bagaimana persiapan kalian untuk DBL ?” tanya Alex.
            “Kami sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Kami sudah berlatih sedisiplin mungkin dan akan bermain secara profesional. Kami akan buktikan bahwa kami bisa menang tanpa pelatih. Kata-kata tajam dan semangat Pak Kim telah melatih kami dan membentuk kepercayaan diri kami.” jawab Ray penuh semangat.
            “Jika ada tekad dan semangat yang kuat pasti semuanya akan terwujud. Yakin dan percaya.” ujar Rose memberi dukungan.
            “Kapan kalian akan berangkat?” tanya Alex.
            “Minggu depan. Semoga saja Pak Kim dapat mendampingi kami.” jawab Ray penuh harap.

@ (^_^) @



            “Kamu cantik malam ini.” ujar Ray.
            “Artinya kemarin-kemarin aku jelek dong.” jawab Rose pura-pura memasang wajah masam. Padahal dalam hatinya berbunga-bunga.
            “Tetap cantik kok, tapi malam ini kecantikanmu berbeda. Kecantikanmu terpancar dari lubuk hati terdalam.” terang Ray.
            Rose yang mendengar ucapan Ray, tersenyum manis.
            “Rose, ayo dong! Cepetan! udah malam nih.” teriak Alice.
            Ray dan Rose terpaksa harus berpisah. (Sudah-sudah. Besok kan ketemu lagi).
            “Aku duluan ya.” pamit Rose.
            “Iya. Hati-hati.” ujar Ray mengingatkan Rose.
            Rose dan Alice melaju dalam diam. Alice ingin bertanya kepada Rose, tapi mengurungkan niatnya tersebut. Situasi dan kondisi tidak tepat, pikirnya.

@ (^_^) @





From : Ray
Aku ingin melihat mu untuk yang kedua kalinya mengenakan terusan cream itu.
Aku tidak menyangka kamu yang selalu cuek dan berpenampilan seadanya, bisa berubah menjadi bidadari yang mengusik alam mimpi ku.
            Rose tersenyum geli. Jari-jarinya menari lincah di keypad membalas SMS Ray.
To : Ray
Hayooo,,,
memuji untuk mendapatkan apa ??
Uangmu tertinggal Rp4000 di meja, Uang sedekah yaa ?? Wkwkwkwkw
            Tak perlu waktu yang lama bagi Rose untuk menunggu balasan dari Ray. Belum sempat Rose meletakkan ponselnya, balasan dari Ray datang lagi.
From : Ray
Uang untuk menyedekahi hatimu.
Selamat malam, Princess. Tidur yang nyenyak yaa. Nice dream.
Ingat besok siang temanin aku latihan yaa. Bye...
            Rose yang membaca SMS Ray hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
            “Kamu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu Ray. Kamu berbeda dengan cowok-cowok lain” ujar Rose dalam hati.

@ (^_^) @





            Tiitt...tiitt...! Klakson motor Ray memecah keheningan siang. Rose bergegas mengambil helm dan berpamitan kepada orang tuanya. Ray menyambutnya dengan senyum Pepsodent tanpa merasa ada kesalahan pada dirinya.
            “Lama banget sih? Berdandan dulu ya?” tanya Rose judes. Bibirnya manyun 5 cm.
            “Maaf, tadi ngantar adik pergi les dulu. Nggak usah manyun dong mulutnya. Kayak pantat bebek, hahaha.” ledek Ray.
            Rose memukul-mukul kecil pundak Ray seperti tukang pijat, hehehe.
Sesampainya di SM...
            “Cuit... cuit” siul Frendy.
            “Cie...cie...pasangan baru ya.” ledek Vinsen.
            “Hahaha...lagi tahap proses.” jawab Ray.
            “Bilang saja sudah melewati proses. Nggak perlu sungkan-sungkan.” ujar Welly.
            “Yuk, latihan.” ajak Ray mengalihkan pembicaraan.
            Rose hanya melihat dan memandangi sambil terus menyemangati mereka agar seluruh power dikeluarkan.
 
@ (^_^) @




            “Nih air dan snack-nya + kembaliannya Rp4000” ujar Rose.
            “Trims.” sahut Ray. 
“Bagaimana tanggapanmu tentang latihan kami barusan?” tanya Ray.
“Bagus. Power-nya sudah keliatan. Aku yakin kallian pasti bisa. Apa pun hasilnya nanti, kalian harus bangga karena kalian telah berusaha semaksimal mungkin.” ujar Rose menyemangati.
“Terima kasih, Ros.”
“Sama-sama. Kapan kalian akan berangkat?” tanya Rose.
“Minggu sore.”

@ (^_^) @




Ternyata jerih payah Ray Cs tidak sia-sia. Mereka masuk final. Mereka tak pernah menduga sebelumnya, tapi lawan main kali ini jangan anggap enteng. Mereka akan berhadapan dengan SMA St. Petrus Pontianak. Harus ekstra berhati-hati dalam menyerang.
Para pemain dan coach dari kedua belah tim telah memasuki lapangan.
Go Igna! Go Igna! Go Igna! Go! Go! Go!” teriak para suporter histeris.
“Igna is the best !” teriak para suporter lagi.
“Petrus! Petrus!” teriak suporter SMA St.Petrus tak mau kalah.
Priiiiitttt.......Peluit berbunyi yang menandakan kuarter pertama telah dimulai. Pertarungan sengit terjadi antara Ray dan Erwin.
“Konsentrasi Ray! Langsung shoot!” teriak Rose.
Three point untuk SMA St. Ignasius. Ray berhasil melakukannya. SMA St.Petrus yang ketinggalan 3 angka tidak diam saja. Mereka langsung mengeluarkan jurus-jurusnya.
Kuarter pertama berakhir 20-20. Skor imbang. Para suporter dari dua tim terus mendukung jagoan mereka.
Kuarter kedua dan ketiga SMA St.Ignasius tertinggal jauh dari SMA St.Petrus. Papan skor menunjukkan 85-65.
Kuarter keempat...SMA St. Ignasius kembali meluncurkan serangan-serangan.
Welly yang berada di posisi guard terus berupaya melakukan three point, namun gagal.
Vinsen dan Frendy bermain layaknya pemain basket dalam film ‘Kung Fu Dunk’. Mereka men-drible, saling menyalip lawannya dan melakukan shooting.
Waktu tinggal 5 detik lagi, sementara papan skor menunjukkan angka 118-92.
Pada detik-detik penghabisan, Vinsen berusaha sekuat tenaga untuk melakukan three point dan berhasil.  Kedudukan skor berubah menjadi 118-95.
Walaupun Ray Cs tidak menjadi ‘The Winner’, mereka tidak kecewa. Mereka mengatakan bisa masuk semifinal saja sudah merupakan kebahagiaan terbesar mereka. Apalagi sampai menjadi ‘Runner Up’. Tidak pernah terpikir sama sekali oleh mereka.
Penonton dibuat tegang oleh permainan kedua belah tim. Keduanya sama-sama saling memukau dan memicu adrenalin para penonton.
Tapi, ada sesuatu nih...
Seluruh penonton bersiap-siap meninggalkan tempat duduknya. Tiba-tiba...
“Dimohon kepada hadirin semua agar tetap berada di tempat duduknya masing-masing” seru MC. Terdengar kasak kusuk bernada miring di antara para penonton.
“Maaf menyita waktu Anda sebentar. Ada hal yang perlu saya utarakan kepada seseorang dan saya mau Anda semua menjadi saksi kisah kami.” ujar Ray masih dengan kostum basketnya, yang sudah duduk di tengah lapangan basket sambil membawa gitar. Tanpa menunggu lama, ia mulai memetik gitar dan bernyanyi.
Mungkinkah kau tahu rasa cinta yang kini membara¯
Dan masih tersimpan dalam lubuk jiwa¯
Ingin kunyatakan lewat kata yang mesra untukmu¯
Namun ku tak kuasa untuk melakukannya¯
Mungkin hanya lewat lagu ini¯
Akan kunyatakan rasa cintaku padamu rinduku padamu tak bertepi¯
Mungkin  hanya sebuah lagu ini yang slalu akan kunyanyikan¯
Sebagai tanda betapa aku inginkan kamu¯
Seperti dihipnotis, semua penonton bertepuk tangan dan berteriak mendukung Ray. Spontan GOR berubah menjadi pasar teriak. Ironisnya lagi GOR seakan mau roboh akibat frekuensi rambat dari teriakan cetar membahana para penonton.
“Lagu ini saya persembahkan khusus buat seorang gadis yang duduk di tribun sebelah kiri saya. Ia mengenakan baju polkadot coklat, rambutnya dikuncir kuda dan terdapat tahi lalat di pipi kanannya.” ujar Ray membuat penonton kembali riuh ramai.
Rose yang terkesima dengan pertunjukan Ray mendadak jadi lupa ingatan. Dengan lugunya ia ikut mencari-cari gadis yang dimaksud Ray. Alice yang duduk di samping Rose bingung dan heran melihat perubahan sikap Rose.
“Kenapa ia turut mencari? Tidak sadarkah ia bahwa dirinyalah yang dimaksud Ray?” tanya Alice dalam hati.
“Lho? Bukannya gadis itu yang dimaksud oleh pria tersebut?” tanya gadis di sebelah Alice.
“He-eh” jawab Alice singkat.
“Hei...hei...gadis itu ada di sini!” teriak gadis di sebelah Alice.
Sontak sorot mata penonton langsung tertuju pada Rose. Rose yang bingung melihat wajah-wajah sumringah para penonton bertanya kepada Alice.
“Ada gerangan apakah hingga mereka menatapku seperti itu?” tanya Rose lugu.
“Ya ampun, Rose. Ada masalah apa sih dengan otakmu? Gadis yang dimaksud Ray itu kamu.” jawab Alice sambil menunjuk dirinya.
Pipi Rose langsung merah merona seperti badut. Detak jantungnya melebihi kecepatan pesawat jet. Kata-kata Alice barusan seakan menusuk seluruh tulang belulang. Kakinya sudah bergetar hebat bagaikan gempa bumi. Rasanya ia mau pingsan saja. Tapi suara-suara yang mendengung di telinganya membuat ia tetap bertahan dan berusaha mengontrol dirinya.
Rose yang baru menyadari bahwa ternyata dirinya yang dimaksud Ray langsung terdiam. Sementara suara-suara penonton mendesak Rose untuk segera memberi jawaban.
“Cepat Rose. Katakan kamu mau menjadi kekasih hatinya. Itu kan impianmu yang selama ini kamu nanti-nantikan.” bisik kata hati Rose.
Rose kemudian turun dari tribun menuju ke bagian soundsystem dan mengambil mike. Terdengar alunan musik dari tembang Once-Aku Mau.
Kau boleh acuhkan diriku dan anggap ku tak ada¯
Tapi takkan merubah perasaanku kepadamu¯
Kuyakin pasti suatu saat semua kan terjadi¯
Kau kan mencintaiku dan tak akan pernah melepasku¯
Aku mau mendampingi dirimu¯
Aku mau cintai kekuranganmu¯
S’lalu bersedia bahagiakanmu¯
Apapun terjadi kujanjikan aku ada¯
“Maukah engkau menjadi penghuni hatiku dan penyejuk jiwaku? Tapi sebelum menjawab, ada syaratnya terlebih dahulu. Jika kamu memilih bunga mawar, kamu sangat ingin bersamaku. Tapi, jika kamu memilih amplop, kamu sangat sangat sangat ingin bersamaku.” tanya Ray yang kedua kalinya untuk memastikan jawaban Rose sambil berlutut dan menyodorkan setangkai mawar merah dan amplop kepada Rose.
“Aku mau...” jawab Rose tersipu malu sambil mengambil bunga mawar merah dan amplop dari tangan Ray.
“Jadi seberapa besarkah cintamu padaku?” tanya Rose.
“Coba kamu buka amplopnya.” pinta Ray.
“Rp4000.” jawab Rose dibarengi gelak tawa para penonton.
Rose pun memeluk erat Ray. Air mata bahagia mengalir di pipi manisnya. Ia senang Ray bisa membawa nama baik sekolah dan mewujudkan impian Pak Kim meskipun hanya sebagai Runner Up. Dan yang membuat Rose sangat senang dan bersyukur adalah ia bisa bersama Ray.
Tapi ada apa dibalik angka Rp4000?
Eits, yang pasti bukan kekuatan cinta mereka seharga Rp4000 lho, melainkan kisah-kisah mereka terukir dalam Rp4000 baik suka maupun duka dan cinta mereka akan tetap kuat meskipun badai taufan menerjang.

9 komentar: