Karya : Noverita
Pagi hari yang ribut di kelas XII IPA
SMA St.Ignasius, sehingga penghuni kelas tersebut kelihatan seperti bebek-bebek
yang kelaparan. Lebih tepatnya lagi seperti pedagang pasar yang berlomba-lomba
untuk menjual barang dagangannya. Yaaa... begitulah keadaan XII IPA di pagi
hari. Ada saja yang diributkan,
dari hal kecil sampai ke hal yang besar, dari
yang penting ke yang tidak penting, dari yang sepele sampai ke yang luar biasa.
Namun
ada yang berbeda pagi hari ini. Rose sang ratu ribut sedang terdiam di tempat
duduknya sambil memain-mainkan pen “Pilot Sriwijaya”nya. Nah, herannya meskipun
sang ratu terdiam tapi penghuni kelas XII IPA tetap saja ribut. Harap maklum
karena ditempati oleh makhluk-makhluk luar biasa aneh.
Eits,
ternyata bukan hanya Rose yang mogok ribut pagi ini. Ray sang kapten basket
juga malas mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya yang terkenal tajam bila
sedang bertanding. Ia malah asyik melamun.
“Rose,
maafkan aku. Bukan maksudku menyakiti hatimu. Andaikan kau tahu, aku sangat
menginginkanmu. Namun...”
“Ray!
Ray!” Teriakan Feri sontak menghentikan lamunan Ray.
“Ada
apa Fer?”
“Anak-anak
nunggu di lapangan sekarang. Ada hal gawat terjadi. Sepertinya mengenai kondisi
Pak Kim dan pertandingan DBL ( Development Basketball League ) di
Pontianak nanti.”
Dengan
secepat kilat Ray meninggalkan kelas karena 15 menit lagi bel berbunyi.
Bayangan
Ray seketika mengingatkan Rose. Tekanan darahnya seakan mencapai 100 °C apabila
mengingat kejadian kemarin.
“Ros,
ajarkan aku Fisika
dong. Aku nggak ngerti tentang Teori Atom Bohr.” ujar Ray dengan muka memelas.
“Iya,
tapi imbalannya mana? Yang kemarin aja belum nyetor. Hahaha.” ledek Rose.
“Ah,
kamu kayak nggak tahu aja, Ros. Tunggu gajian saja ya. Ntar aku traktir di
Bakso Granat.” janji Ray.
“Bilang
aja nunggu uang kiriman. Iya kan?”
Ray
tersenyum simpul mendengar ucapan Rose. Candaan gadis ini bisa menghilangkan
kegundahan hatinya dan menghibur dirinya. Senyumnya, tawanya, tingkahnya, binar
matanya, perhatiannya, dan kecerdasan yang ia miliki. Rose sangat teliti dalam
hal apa pun. Tak heran ia menjadi peniliti cinta. (Lho? Apa hubungannya?)
“Ayo
dong jelasin...” paksa Ray.
“Oke.
Teori atom Bohr mengatakan bahwa elektron dapat berpindah lintasan dengan cara
menyerap atau memancarkan energi blablabla...“ terang Rose panjang lebar tanpa
didengar oleh Ray yang asyik melamun.
Ray
asyik memandangi Rose yang sedang dua rius fokus menjelaskan Teori Atom Bohr.
“Gadis
ini mau melakukan apa saja untuk ku tanpa dan ketika aku memintanya, walaupun
aku selalu acuh tak acuh padanya. Aku hanya mencarinya ketika aku butuh dan
meninggalkannya begitu saja ketika semuanya sudah beres tanpa memikirkan
perasaannya. Arggh...pria macam apa aku ini”, Ray berkata dalam hati.
Ray
merasa bersalah atas tindakannya selama ini terhadap Rose. Ia berjanji akan
lebih memperhatikan Rose terutama di sekolah.
“Ray,
ngerti nggak?” Rose berhenti karena mendapati Ray sedang menatapnya dengan
tatapan tidak seperti biasanya. Hal itu sontak membuat Rose salah tingkah.
“Kalau
kamu yang jelaskan pasti aku mengerti” kilah Ray. Padahal dari tadi ia tidak
mendengar penjelasan Rose sedikit pun.
Rose
menarik napas lega. Ia merasa bahagia dapat membantu pujaan hatinya walaupun
Ray sering bersikap cuek terhadapnya. Diperhatikannya Ray yang tengah asyik
membaca ulang penjelasan yang ia berikan.
“Aku
janji akan membantumu sampai batas kemampuanku, walaupun kadang hatiku menahan
rasa sakit melihatmu lebih suka memperhatikan gadis lain daripada aku” ujar
Rose dalam hati.
“Ray,
bolehkah aku berbicara satu hal sama kamu?” tanya Rose yang sudah tidak tahan
dengan sikap cuek Ray ketika di sekolah.
“Boleh.
Tentang apa?” tanya Ray penasaran.
“Aku
merasa kamu memanfaatkan aku dalam hal pelajaran. Banyak yang lebih pintar dari
aku, Ray. Kepintaran ku jauh dari mereka. Kenapa harus aku yang selalu kamu cari?” tuding Rose.
“Aku
nggak memanfaatkan kamu, Ros. Aku cuma...eee...cuma ...” jawab Rose dengan
terbata-bata. Ia tidak menyangka Rose akan berpikir sejauh itu.
“Cuma
apa, Ray ? Buktinya kamu selalu mencari aku bila ada tugas. Kamu SMS, telepon, sampai bela-belain datang
ke rumah hanya demi tugas. Setelah tugasmu selesai, aku dibuang bagai sampah.
Sementara di kelas kita jarang ngobrol, aku tertekan dengan sikapmu Ray.” Tanpa
disadari Rose, air matanya jatuh berlinang membasahi pipinya. Dia telah
meluapkan seluruh emosinya.
“Ros,
kamu salah paham. Aku takut sama
anak-anak. Aku takut digosipin, Ros. Bukan berarti aku memanfaatkan kamu
tapi aku berusaha untuk ...”
“Memangnya
anak-anak itu monster energi yang harus ditakutkan!!” teriak Rose yang langsung
berlari pergi meninggalkan Ray yang belum selesai bicara.
“Ros,
kenapa kamu lari? Aku berbuat begitu karena aku ingin mendekatkan diri padamu.”
@ (^_^) @
“Ray,
kesehatan Pak Kim semakin menurun. Kita terancam tidak mempunyai pelatih.
Sementara pertandingan DBL akan
dimulai 2 bulan mendatang.” ujar Frendi penuh kecemasan.
Ray
bingung harus mengatakan apa. Pikirannya hanya tertuju kepada Rose. Namun,
karena tanggung jawabnya sebagai kapten ia mencoba untuk memberikan solusi yang
terbaik bagi team basketnya.
“Oke,
kita semua sudah ditempatkan pada posisi masing-masing dengan kemampuan yang
luar biasa. Kunci utama yang harus kita pegang dalam bermain adalah kekuatan
formasi dan stamina tubuh serta power
kita. Kunci yang paling utama dan terutama adalah kerjasama team. Dengan
bekerja sama, kita pasti bisa menjadi team yang tangguh. Ingat, Pak Kim pernah
mengatakan jangan takut bila tidak ada yang melatih, berusahalah semampu kalian
agar keinginan kalian dapat terwujud dan yakinlah dengan kemampuan kalian
masing-masing.” ujar Ray berusaha menenangkan dan meyakinkan teman-temannya
dengan bijaksana.
“Setuju!
Saatnya kita harus mandiri dan menunjukkan kemampuan kita. Kita harus dan wajib
mewujudkan impian Pak Kim.” teriak Vinsen.
“Kamu
memang kapten yang hebat, Ray. Kami bangga padamu. Semoga saja Pak Kim cepat
sembuh. Dia pasti bangga melihat kita bermain di lapangan.” ujar Welly penuh
harap.
“Kita
semua berdoa agar Pak Kim cepat sembuh dan dapat melatih kita kembali.” ujar Stephen.
“Jadi
latihannya sekarang setiap hari ya agar persiapannya maksimal.” ujar Ray sambil
menelungkupkan tangannya di udara diikuti teman-temannya dan mereka
menghempaskan di udara.
Teeet...teeeet...
Bel berbunyi menandakan pelajaran akan dimulai. Ray Cs melangkah meninggalkan
lapangan menuju ke kelas masing-masing dengan raut wajah bahagia.
Saat masuk kelas, mata Ray dan Rose
saling beradu pandang.Tapi Ray bergegas menuju ke tempat duduknya karena Bu
Mara ( guru Biologi killer ) sudah
berdiri di ambang pintu.
“Selamat
pagi, anak-anak.” sapa Bu Mara.
“Selamat
pagi, Bu.” jawab anak-anak dengan nada lesu. (Pagi-pagi kok sudah lesu. Payah!)
“Pada
pertemuan kali ini, kita akan menyusun rancangan penelitian untuk persiapan
ujian praktik. Nah...kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Satu
kelompok terdiri dari 4 orang.” papar Bu Mara.
“Kita
meneliti tentang apa Bu?” tanya Erwin.
“Kita
akan meneliti faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.” papar Bu Mara lagi.
“Kenapa
tidak membedah kodok, Bu ?” celetuk Hendri.
“Hendri...Hendri...Percuma
kamu bercanda. Ibu tidak memberi respon terhadap candaanmu, yang ada ibu akan
mengurangi afektifmu. Hahahaha.” ledek Jodi sambil berbisik.
Bu
Mara adalah guru yang terkenal dengan mulutnya yang tajam setajam silet. Ia
akan mengeluarkan kata apa saja tanpa memikirkan perasaan orang lain. Ia juga
suka bermain nilai dengan siswanya dan ia selalu curiga bila siswanya mendapat
nilai 100 pada saat ulangan. Tak heran banyak siswa yang tidak senang padanya,
terutama siswa kelas XII IPA. Jika sudah masuk pelajaran Bu Mara, pasti akan
terdengar umpatan-umpatan tak jelas.
“Oke,
anggota kelompoknya ibu yang tentukan.” ujar Bu Mara.
“Yaaaahhh....”
teriak penghuni kelas XII IPA kecewa.
“Kelompok
pertama : Alice, Alex, Ray dan Rose; kelompok kedua blablabla.”
Alex
dan Alice tersenyum senang. Bu Mara bisa membaca pikiran mereka. Ternyata
intuisi Bu Mara hebat juga. Berbakat jadi mentalis, hehehe.
Sementara
Ray dan Rose yang baru kali ini dipersatukan dalam kelompok hanya menghela napas panjang. Mereka bingung
harus bagaimana berhadapan satu sama lain. Kejadian kemarin terus berlalu
lalang di jalan raya otak mereka.
“Sekarang
semuanya duduk sesuai dengan kelompok masing-masing. Ibu akan menjelaskan
ketentuan yang harus kalian teliti.” ujar Bu Mara.
Semua
siswa sibuk mencari kelompok dan memindahkan bangkunya masing-masing. Dan
keributan kembali terjadi. Bu Mara menggeleng-gelengkan kepalanya bingung
bagaimana caranya agar mereka bisa diam. Tapi keributan tak berlangsung lama.
Sadar juga mereka.
“Hal
yang harus kalian amati adalah jumlah daun, diameter batang, jumlah bunga,
tinggi batang dan kadar pupuk. Dalam waktu 1 bulan harus sudah dikumpulkan.”
jelas Bu Mara.
“Cepat
sekali, Bu.” teriak Kawen.
“Kalian
pilih tanaman yang cepat tumbuh seperti kacang hijau, cabe, tomat atau Rosela.
Jangan pilih mangga atau durian. Satu tahun saja belum tentu sudah berbuah.
Sekarang diskusikan tanaman apa yang akan kalian teliti.” ujar Bu Mara.
“Nah...
Kalian mau menanam tanaman apa ?” tanya Alex memberikan kesempatan kepada
teman-temannya untuk mengeluarkan pendapat.
“Menurutku
kita menanam Rosela saja. Perawatannya tidak susah dan aku ada persediaan
bibitnya. Bagaimana?” sahut Rose.
“Boleh,
untuk variabelnya kita gunakan dua variabel yaitu Rosela yang ditanam pada
media tanah kuning diberi pupuk dan Rosela yang ditanam pada media tanah humus
tidak diberi pupuk.” tambah Alice.
“Kapan
kita mulai bekerja ?” tanya Ray.
“Besok
di rumah Alice ya. Jangan di rumah Rose. Gonggongan anjingnya bisa membuatku
jantungan.” ujar Alex.
“Kamu
yang nggak maco. Cowok kok takut sama anjing.” ledek Rose.
“Masalah
buat loe.” ujar Alex dengan muka kecut.
“Jadi,
besok pukul
berapa di rumahku ?” tanya Alice.
“Besok
kan hari Minggu, kebetulan tidak ada jadwal latihan basket. Pukul 14.00 saja.”
sahut Ray.
“Oke.
Bahan-bahan yang harus kita siapkan apa saja, Ros ?” tanya Alice.
“Polibeg
ukuran 5x5 cm 20 lembar, tanah kuning dan tanah humus, pupuk urea dan bibit.”
jawab Rose.
“Nah...
Sekarang kita pembagian tugas. Aku dan Ray yang mencari tanah dan pupuk
sedangkan Alice membeli polibeg dan Rose membawa bibit.” terang Alex.
“Oke
komandan!” seru Alice, Ray dan Rose bersamaan.
Ray
dan Rose saling menatap.
“Sepertinya
Rose tidak marah lagi padaku. Semoga saja.” bisik Ray dalam hati.
“Sandiwara
yang melelahkan. Aku muak melihat wajahmu Ray.” bisik Rose dalam hati yang
tersenyum palsu kepada Ray, karena kalau
tidak tersenyum nanti wartawan Alice dan Alex akan langsung menyerbu dengan
segudang pertanyaan.
@ (^_^) @
Tingtong...
Tingtong...
Bel
rumah Alice berbunyi pertanda ada yang datang.
“Hai
Ray. Hai Lex. Mari masuk. Maaf ya berantakan.” ajak Alice.
“Ora opo-opo. Nanti kami bantu bereskan,
tapi sebelumnya kami mau mengotori dulu dengan tanah-tanah ini. Hahaha.” canda
Ray sambil menunjuk dua kantong tanah yang berada di tangan Alex.
“Hei...enak
saja. Kita kerjanya di taman, agar kalian lebih leluasa mengekspresikan diri
dengan tanah-tanah. Ayo, kita langsung ke taman saja.” tanggap Alice.
“Rose
belum datang?” tanya Alex.
“Mungkin
lagi dalam perjalanan.” jawab Alice.
Tingtong...
“Nah
itu dia. Kalian duluan saja, nanti kami menyusul.” pinta Alice.
Selang
beberapa saat Alex dan Ray duduk di bangku taman, Alice dan Rose muncul.
“Hai...hai...cowok-cowok
cakep yang lagi sibuk bertani.” sapa Rose.
“Wah,
hari ini Rose terlihat ceria. Senyumnya seperti bunga yang baru mekar. Ada
gerangan apakah?” tanya Alex iseng.
“Kepalaku
tadi kejedot meja, jadinya saraf otakku
rada-rada bermasalah untuk sementara waktu. Akibatnya aku jadi senyum-senyum
nggak jelas.” terang Rose.
“Woalah,
kamu super hati-hati, Ros. Untung tidak benjol.” ucap Ray cemas.
“Wah,
kalau benjol namaku bukan Rose lagi dong tapi ‘Ratuku Imam Benjol‘, hahaha.”
jawab Rose.
Semuanya
tertawa terbahak-bahak karena kegilaan Rose muncul lagi. Ternyata jiwa gilanya
sudah kembali setelah melakukan petualangan gila.
“Stop...Stop. Kalau bercanda terus kapan
mulai kerja?” teriak Alice menghentikan gelak tawa mereka.
“Sabar
Alice. Kita pemanasan dulu baru pendinginan otak, agar nanti lebih cepat
berpikirnya.” jawab Ray.
“Alice
benar, kita harus menyiapkan alat dan bahannya terlebih dahulu, Ray.” ujar Alex
membela Alice.
“Oke.
Sekarang yang harus kita lakukan pertama kali adalah merendam biji Rosela
selama 10 menit agar kita mendapatkan bibit yang baik. Kemudian kita
menggabungkan pupuk urea dan tanah kuning dengan komposisi 1:1. Setelah itu,
campuran pupuk urea dan tanah kuning dimasukkan ke dalam polibeg. Kemudian
disiram dan ditanam. Untuk tanah humus, langsung dimasukkan ke dalam polibeg.” jelas Rose.
“Aku
dan Alice merendam biji Rosela.” pinta Alex dengan paksa.
Mau tidak mau, Rose harus rela mencampurkan
pupuk dan tanah kuning dengan Ray, karena kalau Rose menolak, Alex akan
mengamuk seperti singa.
“Lex,
kamu mau ngapain sih? Kamu mau mencuri kesempatan dalam kesempitan ya.” tuduh
Alice.
“Ststst...
jangan berisik. Aku mau mengintai Ray dan Rose.” jawab Alex.
“Memangnya
mereka teroris yang ada di DPO (Daftar Pencarian Orang).” jawab Alice dengan
nada kesal.
“Lice,
kamu pernah memperhatikan gerak gerik Ray dan Rose di kelas nggak?” tanya Alex.
“Apa
maksudmu Lex? Mereka biasa-biasa saja, tidak ada yang aneh. Ada apa sih ?”
tanya Alice penasaran.
“Mereka
nggak pernah ngobrol atau bercanda di kelas. Ya ampun, masa kamu nggak nyadar
sih? ” jelas Alex.
“Hah!
Masa iya? Tapi kemarin mereka asyik bercanda ria kok .“ ujar Alice masih dengan
wajah penuh kebingungan.
“Aduh,
bisa saja mereka sengaja. Pokoknya kita harus mengintai mereka. Jangan-jangan
ada sesuatu yang mereka tutupi dari kita.” ajak Alex.
Sembari
merendam biji Rosela, Alice mengikuti apa yang dikatakan Alex. Mereka berdua
pun mengintip Ray dan Rose di balik jendela dapur.
“Ray,
tolong ambilkan tanah kuning, kemudian tumpahkan di sini ya. Aku mau mengambil
pupuk dulu.” pinta Rose sembari menunjuk ke arah karung yang sudah ia
hamparkan.
“Oke
princess.” jawab Ray tersenyum sambil
mengambil tanah kuning.
Tak
lama kemudian Rose kembali dengan membawa sekantong pupuk di tangan kanannya.
“Yuk,
kita mulai mencampurkan pupuk dan tanah kuningnya.” ajak Rose dengan santai dan
tersenyum. Seolah-olah kemarin tidak terjadi apa-apa diantara mereka.
Ray
yang bingung dengan perubahan sikap Rose hanya manggut-manggut saja.
Rose
pun menumpahkan pupuk ke tanah dan mulai membolakbalikkan agar menghasilkan
campuran yang merata. Ray mengikuti apa yang dilakukan oleh Rose.Mereka
melakukannya dalam diam tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka
masing-masing. Tanpa disengaja tangan Ray menyentuh tangan Rose.
“Maaf,
maaf. Aku nggak sengaja.” ujar Ray.
“No problem.” jawab Rose dengan jantung
yang terus berdetak kencang. Untung saja ia dapat mengontrol suaranya sehingga
tak terdengar grogi.
“Emm,
bolehkah aku bicara satu hal sama kamu?” tanya Ray penuh kehati-hatian.
“Boleh.
Langsung saja.” jawab Rose dingin. Panas dingin mulai menjalari tubuhnya.
“Emm,
Rose maafkan sikapku selama ini. Aku terlalu mementingkan egoku tanpa memikirkan
perasaan orang lain. Eee, maukah kamu memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki kesalahanku padamu?”
pinta Ray dengan wajah penuh sesal karena sebenarnya ia juga rindu dengan
banyolan-banyolan konyol yang keluar dari mulut Rose.
Rose
yang mendengar hanya terdiam saja, bingung harus mengatakan apa. Pikirannya
kacau balau mengingat sikap Ray yang diputar bagaikan layar tancap di memori
otaknya.
“Sudahlah,
Rose. Berikan dia kesempatan untuk memperbaiki sifatnya selama ini. Siapa tahu
dia bisa berubah.” seru hati kecilnya.
“Baik,
aku akan memberi kesempatan padamu kali ini saja.” jawab Rose setelah
menimbang-nimbang beban akibat yang akan ia hadapi jika Ray mengulang
perbuatannya lagi. (Ada-ada saja Rose. Memangnya bayi gajah yang baru lahir?).
“Terima
kasih, Ros.” ujar Ray dengan wajah sumringah. Ray kemudian melempar segenggam
tanah ke arah Rose. Rose yang tidak terima, memasang kuda-kuda bersiap mengejar
Ray yang sudah berlari terlebih dahulu. Mereka berkejar-kejaran layaknya ‘Tom
and Jerry‘. Raut wajah bahagia sangat tampak diantara keduanya. Awan mendung
yang menutupi wajah keduanya kini sirna dengan cahaya kemilau matahari. Mereka
bukan lagi seperti ranting pohon yang rapuh tetapi seperti bunga yang
bermekaran pada musim semi.
Alex
dan Alice yang dari tadi melakukan pengintaian layaknya Densus 88 juga tersenyum geli melihat tingkah mereka
yang seperti anak kecil.
“Eits,
bagaimana kalau kita siram saja mereka dengan air?” si jahil Alex mulai beraksi
lagi.
“Okok,
ntar aku yang lempar mereka dengan tanah. Biar jadi manusia tanah pertama di
Singkawang.” jawab Alice dengan tawa menggelegar yang seakan membelah jagat
raya.
Kemudian,
mereka memutuskan untuk keluar dari dapur untuk melancarkan serangan terhadap
target yaitu Ray dan Rose dengan membawa semangkuk air dan sekantong tanah.
Alex
dan Alice langsung berlari ke arah Ray dan Rose sambil tersenyum licik satu
sama lain. Alex memberikan aba-aba kepada Alice, dalam hitungan ketiga mereka melemparkan air dan tanah secara
bersamaan ke arah Ray dan Rose. Dan ....1–0. Lemparan tepat mengenai target.
Ray dan Rose yang betul-betul telah menjadi manusia tanah menatap marah kepada
Alex dan Alice.
“Alex!
Alice!” teriak Ray dan Rose bersamaan. Mereka berniat ingin mengambil tanah dan
melemparkan kembali kepada Alex. Belum sempat mereka berbalik, Alex yang sudah
mengetahui niat mereka langsung menyeletuk.
“Oh
tidak bisa. Tanah itu untuk media tanam, bukan untuk melempar saya.” cegah Alex
mengulum senyum (Lho? bukannya tanah yang digunakan untuk melempar Ray dan Rose
adalah tanah untuk media tanam? Dasar
Alex jahil).
“Lebih
baik kita lanjutkan pekerjaan kita daripada bermain-main nggak jelas seperti
ini.” tambah Alice tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Dengan
langkah gontai Ray dan Rose kembali melanjutkan pekerjaan mereka, sementara
Alex dan Alice tertawa terbatuk-batuk melihat kedua teman manusia tanahnya.
“Ntar
makan yuk.” ajak Alice. (Wow...langsung ambil strategi mencuri hati)
“Boleh,
di mana? Langsung ya.” jawab Alex memancing emosi kedua temannya.
“Eh
kalian nggak punya mata ya? Orang udah kotor begini diajak makan!” bentak Rose.
“Sabar,
Bu. Jangan marah-marah, ntar paras Anda seperti Mak Lampir lho. Hahaha.” ledek
Alex sambil menirukan wajah peyot Mak Lampir.
“Peduli
amat.” jawab Rose cuek.
“Beneran
nih. Ntar Ray berpindah ke lain hati lho gara-gara wajah Mak Lampir-mu.” jebak
Alice.
“Hush...
kamu apa-apaan sih? Biasa aja kok. Rasa sukaku padanya tidak akan berubah
sekalipun wajahnya seperti Mak Lampir.” jawab Ray dengan menebar senyum Pepsodent.
“Rasa,
memangnya aku Magnum Gold?” tanya
Rose.
“Kamu
bukan ‘Magnum Gold‘, tapi ‘Magnum Goat’...hehe.” ledek Alex lagi.
“Ststst...
jadi mau apa nggak nanti makan bareng?” tanya Alice lagi.
“Mau
dong. Tapi nggak seru kalau bau asem + keringat + muka kusut pergi makan. Ntar
jadi artis dadakan kita, selalu dilihat orang banyak. Gimana kalau kita pulang
dulu?” jawab Ray.
“Sadar
Bro. Orang sekarang nggak peduli dengan sekelilingnya. So, enjoy with your style. Tapi, kalau mau menambah kesan lebih,
sah-sah saja.” ujar Alex bijak. (Tumben banget, sepertinya naluri dewasa
merasuki pikirannya).
“Aku
setuju sama Ray. Badanku sudah gerah, kuman-kuman sudah beraksi akibat campuran
air dan tanah kalian. Kamu sih enak Lex, bersih kinclong jadi nggak usah
membersihkan diri.” ujar Rose.
“Tenang
saudara saudari, ada sabun Lifeboy pelindung kesehatan keluarga dari kuman.”
ujar Alice (Nah...Alex bijak, Alice promosi. Ada-ada saja perubahan sikap
mereka. Anehnya dalam sekejap waktu sudah kelihatan hasilnya.)
“Alice...Alice...kalau
mau jadi sales, jangan nyasar ke mari. Salah tempat, nggak laku barang
daganganmu di sini. Hahaha.” ejek Ray.
“Huuuuu...”
jawab Alice cemberut.
“Lice,
pukul berapa dan di mana makannya ?” tanya Alex serius.
“Pukul
19.00 di Kafe ‘Acit’ Jalan Pattimura.” jawab Alice.
“Hah?
Kafe ‘Kancit’? Nggak salah?” tanya Ray heran.
“’Acit’
Opa...bukan ‘Kancit’. Masih muda sudah tuli.” jawab Rose.
“Oh,
kafe baru ya?” tanya Alex.
“Iya,
tempatnya keren banget. Minimalis tapi hangat dengan pemandangan tanaman hias
dan air mancur.” jawab Rose.
“Oke.
Kita langsung ketemuan di sana saja ya.” ujar Alex.
“Lex,
aku nebeng ya.” ujar Ray . Alex
menganggukkan kepalanya tanda setuju.
“Rose,
kita pergi bareng juga ya.” ujar Alice.
“Oke.
Jangan telat ya, kamu sudah harus siap sebelum aku datang.” jawab Rose.
“Yee...ikut-ikutan.”
ejek Ray.
“Bilang
aja pengen. Susah amat.” bisik Alice.
“Kamu
benar, Lice. Aku sangat menginginkan hal itu (satu motor berdua dengan Rose).
Namun apa daya aku tidak memiliki keberanian untuk mengajaknya.” ujar Ray dalam
hati.
“Eh,
hari sudah sore. Tugas juga sudah selesai. Pulang yuk. Buat persiapan ntar
malam, hehe.” ujar Alex.
“Siap
komandan.” teriak Ray, Rose dan Alice.
Sebelum
pulang mereka membereskan peralatan dan membersihkan taman. Setelah beres Rose,
Ray dan Alex pamit pulang kepada Alice. Alice mengantar mereka ke pintu pagar
dan menjadi satpam sementara (penunggu pagar). Alih-alih mendapat uang, yang ia
dapatkan dari tugasnya sebagai satpam sementara adalah kentut knalpot
teman-teman jahinya. (Derita loe, Alice)
@ (^_^) @
“Inilah
resikonya janjian dengan cewek. Lelet bagaikan siput.” gerutu Ray tidak sabar.
(Hayo...bilang saja, penasaran dengan penampilan Rose kan?)
“Woalah,
Ray sekarang baru pukul 18.50. Wajar dong, mereka belum datang. Mereka juga
bukan tipe cewek pada umumnya yang menomorsatukan penampilan.” ujar Alex
menanggapi gerutuan Ray.
“Oh
iya. Uda keren belum?” tanya Ray sambil berkaca di kaca spion motor.
“Udah
mirip Justin Timberlake. Yuk, kita tunggu di dalam sambil menikmati pemandangan.”
ajak Alex sambil beranjak meninggalkan parkiran.
Mereka
berdua masuk ke dalam kafe dan duduk di meja nomor 3 sambil menikmati riak-riak
air mancur yang berjatuhan. Benar apa yang dikatakan Rose, kafe ini sangat
menyatu dengan alam. Banyak terdapat tanaman hias di pojok-pojok kafe.
Rose
sedang menunggu Alice di ruang tamu. Ia melirik jam tangannya. Pukul 18.50,
sepuluh menit lagi pukul 19.00. Ponselnya bergetar. Tertera tulisan 1 pesan
baru.
From : Ray
Kami udah sampai nih.
Meja nomor 3 yaa.
Hati-hati di jalan, manis.
Rose
tersenyum membaca SMS dari Ray.
“Hayo,
SMS dari siapa? Senyumnya seperti
bunga mawar yang baru mekar.” tanya Alice yang tiba-tiba muncul di depan Rose.
“Hehehe,,
bukan siapa-siapa kok.” bohong Rose.
“Yuk
berangkat.” ajak Alice.
@ (^_^) @
“Hai...hai.”
ujar kedua dara cantik jelita kepada Alex dan Ray. Mereka terkejut melihat
penampilan keduanya. Alice mengenakan terusan coklat dan Rose mengenakan
terusan cream. Keduanya bagaikan
bidadari yang turun dari langit, ditambah lagi dengan senyuman mereka yang
semanis madu.
“Kami
nggak dipersilahkan duduk nih?” tanya Rose.
“Maaf,
maaf. Silahkan duduk.” ujar Ray yang sangat-sangat terpesona dengan penampilan
Rose hingga lupa menyuruhnya duduk.
“Maaf
telat. Hehehe.” ujar Alice nyengir.
“Oh
nggak kok. Tepat pukul 19.00. Nggak ada
guru yang akan menghukum kamu.” jawab Alex.
Sementara
Alex dan Alice berbincang-bincang ria, Ray dan Rose hanya menatap satu sama
lain.
“Hei!
Kalian berdua ini selalu saja membisu jika sudah bersama, ada masalah?”
tanya Alice membuyarkan lamuna mereka.
“Nggak
kok. Membisu bukan berarti ada masalah, tetapi memberi kesempatan
kepada orang lain untuk berbicara.” jawab Ray.
“Oh
ya?. Apakah benar begitu? Yakin dengan uacapan Anda?” tanya Alex lagi.
“Yakin
dong.” jawab Rose.
“Yang
ditanya Ray, yang jawab Rose.” ledek Alice.
“Kami
kan sehati. Iya nggak?” tanya Ray kepada Rose.
Rose
tersenyum malu-malu kucing.
“Cie...cie...nggak
lama lagi ada yang mau traktir makan nih.” ledek Alice lagi.
“Hush,,
kamu terlalu berandai.” jawab Rose.
“Nggak
ada yang melarang seseorang untuk berangan-angan, Ros. Siapa tahu angan-angan
tersebut akan menjadi kenyataan.” ujar Alice.
“Semoga
saja.” kata Rose dalam hati.
Alice
memanggil pelayan dan memesan makanan untuk mereka santap.
“Bagaimana
keadaan Pak Kim, Ray ?” tanya Alex.
“Kemarin
kondisinya sempat melemah, tapi sekarang beliau sudah lebih sehat dari kemarin.
Sekarang kami berlatih sendiri dan mengandalkan kekuatan kami masing-masing.”
jawab Ray.
“Bagaimana
persiapan kalian untuk DBL ?” tanya
Alex.
“Kami
sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Kami sudah berlatih sedisiplin mungkin
dan akan bermain secara profesional. Kami akan buktikan bahwa kami bisa menang
tanpa pelatih. Kata-kata tajam dan semangat Pak Kim telah melatih kami dan
membentuk kepercayaan diri kami.” jawab Ray penuh semangat.
“Jika
ada tekad dan semangat yang kuat pasti semuanya akan terwujud. Yakin dan
percaya.” ujar Rose memberi dukungan.
“Kapan
kalian akan berangkat?” tanya Alex.
“Minggu
depan. Semoga saja Pak Kim dapat mendampingi kami.” jawab Ray penuh harap.
@ (^_^) @
“Kamu
cantik malam ini.” ujar Ray.
“Artinya
kemarin-kemarin aku jelek dong.” jawab Rose pura-pura memasang wajah masam. Padahal dalam hatinya
berbunga-bunga.
“Tetap
cantik kok, tapi malam ini kecantikanmu berbeda. Kecantikanmu terpancar dari
lubuk hati terdalam.” terang Ray.
Rose
yang mendengar ucapan Ray, tersenyum manis.
“Rose,
ayo dong! Cepetan! udah malam nih.” teriak Alice.
Ray
dan Rose terpaksa harus berpisah. (Sudah-sudah. Besok kan ketemu lagi).
“Aku
duluan ya.” pamit Rose.
“Iya.
Hati-hati.” ujar Ray mengingatkan Rose.
Rose
dan Alice melaju dalam diam. Alice ingin bertanya kepada Rose, tapi
mengurungkan niatnya tersebut. Situasi dan kondisi tidak tepat, pikirnya.
@ (^_^) @
From : Ray
Aku ingin melihat mu untuk yang kedua
kalinya mengenakan terusan cream itu.
Aku tidak menyangka kamu yang selalu
cuek dan berpenampilan seadanya, bisa berubah menjadi bidadari yang mengusik
alam mimpi ku.
Rose
tersenyum geli. Jari-jarinya menari lincah di keypad membalas SMS Ray.
To : Ray
Hayooo,,,
memuji untuk mendapatkan apa ??
Uangmu tertinggal Rp4000 di meja, Uang
sedekah yaa ?? Wkwkwkwkw
Tak
perlu waktu yang lama bagi Rose untuk menunggu balasan dari Ray. Belum sempat
Rose meletakkan ponselnya, balasan dari Ray datang lagi.
From : Ray
Uang untuk menyedekahi hatimu.
Selamat malam, Princess. Tidur yang
nyenyak yaa. Nice dream.
Ingat besok siang temanin aku latihan
yaa. Bye...
Rose
yang membaca SMS Ray hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kamu
tidak menyia-nyiakan kesempatan itu Ray. Kamu berbeda dengan cowok-cowok lain”
ujar Rose dalam hati.
@ (^_^) @
Tiitt...tiitt...!
Klakson motor Ray memecah keheningan siang. Rose bergegas mengambil helm dan
berpamitan kepada orang tuanya. Ray menyambutnya dengan senyum Pepsodent tanpa
merasa ada kesalahan pada dirinya.
“Lama
banget sih? Berdandan dulu ya?” tanya Rose judes. Bibirnya manyun 5 cm.
“Maaf,
tadi ngantar adik pergi les dulu. Nggak usah manyun dong mulutnya. Kayak pantat
bebek, hahaha.” ledek Ray.
Rose
memukul-mukul kecil pundak Ray seperti tukang pijat, hehehe.
Sesampainya di SM...
“Cuit...
cuit” siul Frendy.
“Cie...cie...pasangan
baru ya.” ledek Vinsen.
“Hahaha...lagi
tahap proses.” jawab Ray.
“Bilang
saja sudah melewati proses. Nggak perlu sungkan-sungkan.” ujar Welly.
“Yuk,
latihan.” ajak Ray mengalihkan pembicaraan.
Rose
hanya melihat dan memandangi sambil terus menyemangati mereka agar seluruh
power dikeluarkan.
@ (^_^) @
“Nih
air dan snack-nya + kembaliannya Rp4000”
ujar Rose.
“Trims.”
sahut Ray.
“Bagaimana tanggapanmu tentang latihan
kami barusan?” tanya Ray.
“Bagus. Power-nya sudah keliatan. Aku yakin kallian pasti bisa. Apa pun
hasilnya nanti, kalian harus bangga karena kalian telah berusaha semaksimal
mungkin.” ujar Rose menyemangati.
“Terima kasih, Ros.”
“Sama-sama. Kapan kalian akan berangkat?”
tanya Rose.
“Minggu sore.”
@ (^_^) @
Ternyata jerih payah Ray Cs tidak
sia-sia. Mereka masuk final. Mereka tak pernah menduga sebelumnya, tapi lawan
main kali ini jangan anggap enteng.
Mereka akan berhadapan dengan SMA St. Petrus Pontianak. Harus ekstra
berhati-hati dalam menyerang.
Para pemain dan coach dari kedua belah tim telah memasuki lapangan.
“Go
Igna! Go Igna! Go Igna! Go! Go! Go!”
teriak para suporter histeris.
“Igna is the best !” teriak para suporter lagi.
“Petrus! Petrus!” teriak suporter SMA
St.Petrus tak mau kalah.
Priiiiitttt.......Peluit berbunyi yang
menandakan kuarter pertama telah dimulai. Pertarungan sengit terjadi antara Ray
dan Erwin.
“Konsentrasi Ray! Langsung shoot!” teriak Rose.
Three point untuk SMA St. Ignasius. Ray berhasil melakukannya. SMA
St.Petrus yang ketinggalan 3 angka tidak diam saja. Mereka langsung
mengeluarkan jurus-jurusnya.
Kuarter pertama berakhir 20-20. Skor
imbang. Para suporter dari dua tim terus mendukung jagoan mereka.
Kuarter kedua dan ketiga SMA
St.Ignasius tertinggal jauh dari SMA St.Petrus. Papan skor menunjukkan 85-65.
Kuarter keempat...SMA St. Ignasius
kembali meluncurkan serangan-serangan.
Welly yang berada di posisi guard terus berupaya melakukan three point, namun gagal.
Vinsen dan Frendy bermain layaknya
pemain basket dalam film ‘Kung Fu Dunk’. Mereka men-drible, saling menyalip lawannya dan melakukan shooting.
Waktu tinggal 5 detik lagi, sementara
papan skor menunjukkan angka 118-92.
Pada detik-detik penghabisan, Vinsen
berusaha sekuat tenaga untuk melakukan three
point dan berhasil. Kedudukan skor
berubah menjadi 118-95.
Walaupun Ray Cs tidak menjadi ‘The Winner’, mereka tidak kecewa. Mereka
mengatakan bisa masuk semifinal saja sudah merupakan kebahagiaan terbesar
mereka. Apalagi sampai menjadi ‘Runner Up’.
Tidak pernah terpikir sama sekali oleh mereka.
Penonton dibuat tegang oleh permainan
kedua belah tim. Keduanya sama-sama saling memukau dan memicu adrenalin para
penonton.
Tapi, ada sesuatu nih...
Seluruh penonton bersiap-siap
meninggalkan tempat duduknya. Tiba-tiba...
“Dimohon kepada hadirin semua agar
tetap berada di tempat duduknya masing-masing” seru MC. Terdengar kasak kusuk bernada miring di antara para penonton.
“Maaf menyita waktu Anda sebentar. Ada
hal yang perlu saya utarakan kepada seseorang dan saya mau Anda semua menjadi
saksi kisah kami.” ujar Ray masih dengan kostum basketnya, yang sudah duduk di
tengah lapangan basket sambil membawa gitar. Tanpa menunggu lama, ia mulai
memetik gitar dan bernyanyi.
Mungkinkah kau tahu rasa cinta yang kini membara¯
Dan masih tersimpan dalam lubuk jiwa¯
Ingin kunyatakan lewat kata yang mesra untukmu¯
Namun ku tak kuasa untuk melakukannya¯
Mungkin hanya lewat lagu ini¯
Akan kunyatakan rasa cintaku padamu rinduku padamu tak
bertepi¯
Mungkin hanya sebuah
lagu ini yang slalu akan kunyanyikan¯
Sebagai tanda betapa aku inginkan kamu¯
Seperti dihipnotis, semua penonton
bertepuk tangan dan berteriak mendukung Ray. Spontan GOR berubah menjadi pasar
teriak. Ironisnya lagi GOR seakan mau roboh akibat frekuensi rambat dari
teriakan cetar membahana para penonton.
“Lagu ini saya persembahkan khusus buat
seorang gadis yang duduk di tribun sebelah kiri saya. Ia mengenakan baju
polkadot coklat, rambutnya dikuncir kuda dan terdapat tahi lalat di pipi
kanannya.” ujar Ray membuat penonton kembali riuh ramai.
Rose yang terkesima dengan pertunjukan
Ray mendadak jadi lupa ingatan. Dengan lugunya ia ikut mencari-cari gadis yang
dimaksud Ray. Alice yang duduk di samping Rose bingung dan heran melihat
perubahan sikap Rose.
“Kenapa ia turut mencari? Tidak sadarkah
ia bahwa dirinyalah yang dimaksud Ray?” tanya Alice dalam hati.
“Lho? Bukannya gadis itu yang dimaksud
oleh pria tersebut?” tanya gadis di sebelah Alice.
“He-eh” jawab Alice singkat.
“Hei...hei...gadis itu ada di sini!”
teriak gadis di sebelah Alice.
Sontak sorot mata penonton langsung tertuju
pada Rose. Rose yang bingung melihat wajah-wajah sumringah para penonton
bertanya kepada Alice.
“Ada gerangan apakah hingga mereka
menatapku seperti itu?” tanya Rose lugu.
“Ya ampun, Rose. Ada masalah apa sih
dengan otakmu? Gadis yang dimaksud Ray itu kamu.” jawab Alice sambil menunjuk
dirinya.
Pipi Rose langsung merah merona seperti
badut. Detak jantungnya melebihi kecepatan pesawat jet. Kata-kata Alice barusan
seakan menusuk seluruh tulang belulang. Kakinya sudah bergetar hebat bagaikan
gempa bumi. Rasanya ia mau pingsan saja. Tapi suara-suara yang mendengung di
telinganya membuat ia tetap bertahan dan berusaha mengontrol dirinya.
Rose yang baru menyadari bahwa ternyata
dirinya yang dimaksud Ray langsung terdiam. Sementara suara-suara penonton
mendesak Rose untuk segera memberi jawaban.
“Cepat Rose. Katakan kamu mau menjadi kekasih
hatinya. Itu kan impianmu yang selama ini kamu nanti-nantikan.” bisik kata hati
Rose.
Rose kemudian turun dari tribun menuju
ke bagian soundsystem dan mengambil mike. Terdengar alunan musik dari
tembang Once-Aku Mau.
Kau boleh acuhkan diriku dan anggap ku tak ada¯
Tapi takkan merubah perasaanku kepadamu¯
Kuyakin pasti suatu saat semua kan terjadi¯
Kau kan mencintaiku dan tak akan pernah melepasku¯
Aku mau mendampingi dirimu¯
Aku mau cintai kekuranganmu¯
S’lalu bersedia bahagiakanmu¯
Apapun terjadi kujanjikan aku ada¯
“Maukah engkau menjadi penghuni hatiku
dan penyejuk jiwaku? Tapi sebelum menjawab, ada syaratnya terlebih dahulu. Jika
kamu memilih bunga mawar, kamu sangat ingin bersamaku. Tapi, jika kamu memilih
amplop, kamu sangat sangat sangat ingin bersamaku.” tanya Ray yang kedua
kalinya untuk memastikan jawaban Rose sambil berlutut dan menyodorkan setangkai
mawar merah dan amplop kepada Rose.
“Aku mau...” jawab Rose tersipu malu
sambil mengambil bunga mawar merah dan amplop dari tangan Ray.
“Jadi seberapa besarkah cintamu padaku?”
tanya Rose.
“Coba kamu buka amplopnya.” pinta Ray.
“Rp4000.” jawab Rose dibarengi gelak
tawa para penonton.
Rose pun memeluk erat Ray. Air mata
bahagia mengalir di pipi manisnya. Ia senang Ray bisa membawa nama baik sekolah
dan mewujudkan impian Pak Kim meskipun hanya sebagai Runner Up. Dan yang membuat Rose sangat senang dan bersyukur adalah
ia bisa bersama Ray.
Tapi ada apa dibalik angka Rp4000?
Eits, yang pasti bukan kekuatan cinta
mereka seharga Rp4000 lho, melainkan kisah-kisah mereka
terukir dalam Rp4000 baik suka maupun duka dan cinta mereka akan tetap kuat meskipun badai taufan menerjang.
Bagus banget buu
BalasHapusyihaaaa
Hapusditunggu versi kalian juga yaa
gile gile keren banget Bu
BalasHapushahahaha
Hapusditunggu versi kalian yaa
mantap bu
BalasHapusditunggu cerpen versi kalian, pasti bisa lebih keren lagi
HapusAAAAAAA INI LUCU BGTT
BalasHapusterbayang-bayang di posisi Rose ya hahahaaha
Hapusknp ga Rp 5.000 aja? klw Rp 4.000 tkut selembarnya cecer
BalasHapus